Beijing (ANTARA News) - Perbedaan standarisasi makanan antara Indonesia dan China harus dipahami dan dihargai oleh masing-masing negara, sehingga peristiwa saling penolakan produk impor diharapkan tidak terulang lagi. "Adanya perbedaan standarisasi makanan antara kedua negara harus dikomunikasikan, dijelaskan dan dipahami oleh kedua belah pihak sehingga tidak ada saling tuduh yang pada akhirnya justru merugikan diri sendiri," kata Duta Besar (Dubes) RI untuk China Sudrajat di Beijing, Jumat. Hal tersebut dikemukakan menanggapi hasil positif yang dihasilkan oleh tim Indonesia terdiri dari Departemen Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Badan POM yang diketuai Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Kerjasama Internasional Halida Miljani ke Beijing yang bertemu dengan sejumlah pejabat Administrasi Umum Pengawasan Kualitas, Pemeriksaan dan Karantina (AQSIQ) China. Menurut Sudrajat, standarisasi sejumlah produk makanan kedua negara memang terdapat perbedaan sehingga saling tukar informasi adalah hal yang mutlak bagi upaya peningkatan hubungan perdagangan. "Jadi saya menilai pertemuan delegasi Indonesia dengan AQSIQ adalah suatu langkah tepat dalam melakukan suatu kerja sama dan koordinasi yang lebih baik tentang kesehatan makanan," kata Dubes. Ia mencontohkan, di Indonesia makanan yang mengandung formalin adalah sesuatu yang tidak bisa sama sekali, tapi di sejumlah negara negara masih bisa ditoleransi tapi sampai batas tertentu. Dubes mengatakan, antara kedua negara memang ada baiknya saling melaporkan standarisasi sejumlah produk yang diimpor oleh masing-masing negara, sehingga masing-masing negara mengetahui standarisasi produk yang akan diimpor. Sampai saat ini pun, sebetulnya terdapat sejumlah produk yang mengalami perbedaan standar makanan di kedua negara, seperti misalnya di China terdapat produknya yang bisa dipasarkan tapi tidak untuk Indonesia. Demikian pula sebaliknya, ada produk asal Indonesia yang bisa dipasarkan di dalam negeri tapi tidak untuk China. "Tapi ada pula produk asal Indonesia yang masuk ke China, justru standarisasinya melampaui yang ditetapkan oleh karantina China. Hal-hal semacam itulah yang perlu saling menginformasikan," katanya. Sudrajat mengatakan pula, adanya saling komunikasi juga dirasakan penting dalam upaya untuk menghindari penolakan produk asal China yang akan masuk ke Indonesia. Ia mencontohkan, Indonesia melarang produk makanan asal Beijing tapi tidak melarang impor produk makanan dari provinsi atau wilayah otonomi lain di China.(*) D

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007