Jakarta (ANTARA News) - Singapura dan Malaysia akan diuntungkan dari penilaian Coast Guard (Penjaga Pantai) Amerika Serikat yang menyatakan beberapa pelabuhan di Indonesia tidak memenuhi syarat dalam pelaksanaan ISPS (International Ship and Port Facility Security) Code atau standar internasional dalam hal keamanan pelabuhan dan fasilitas. "Dari hasil penilaian tersebut, yang paling diuntungkan adalah pelabuhan-pelabuhan di Singapura dan Malaysia, karena Indonesia akan tetap bergantung pada pelabuhan di kedua negara tersebut," kata Koordinator ITF (International Transport Workers Federation) Indonesia, Hanafi Rustandi, di Jakarta, Jumat. Hasil audit US Coast Guard itu hasil kerja sama dengan Departemen Perhubungan yang menyebutkan lima pelabuhan di Indonesia rawan karena belum melaksanakan ISPS Code sesuai standar internasional. Hanafi mendesak pemerintah RI segera merespons penilaian itu dengan membenahi fasilitas pelabuhan, terutama aspek pengamanannya agar mampu berperan sebagai pelabuhan pengumpul (hub) yang melayani pelayaran langsung dari dan ke negara tujuan (direct call). Dia menyatakan prihatin karena pelabuhan Indonesia hanya berperan sebagai pengumpan (feeder) bagi pelabuhan di Singapura dan Malaysia, sedang persaingan bisnis jasa kepelabuhanan di Asia Tenggara belakangan semakin ketat. Singapura dan Malaysia saat ini terus menyiapkan pengembangan fasilitas kepelabuhanan yang lebih modern dengan pola pengamanan kapal dan barang berstandar internasional. Hanafi berpendapat, hasil penilaian AS itu dikaitkan dengan tidak ketatnya sistem pengamanan di pelabuhan. Ini terjadi akibat adanya kolusi antara aparat keamanan dengan berbagai pihak yang berkepentingan tanpa mengindahkan ketentuan yang berlaku. Dia mencontohkan, terbakarnya KM Levina I merupakan akibat dari lemahnya pengawasan di pelabuhan, sehingga barang-barang berbahaya lolos masuk kapal. Penerapan ISPS Code pada intinya mendeteksi setiap orang dan barang-barang berbahaya masuk pelabuhan untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di pelabuhan maupun kapal. Hampir semua pelabuhan di Indonesia telah menerapkan sistem pengamanan, namun kualitasnya belum sesuai dengan ketentuan internasional. Ini disebabkan karena umumnya SDM (personel) yang bertugas di lapangan belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan ISPS Code, terutama dalam hal pemeriksaan dan investigasi. Dalam pemeriksaan di pintu masuk pelabuhan, Hanafi sering melihat petugas tidak cermat meneliti ID Card yang ditunjukkan seseorang, termasuk barang bawaannya. Sementara, ID Card tidak boleh digunakan oleh orang yang tidak berhak. "Praktik ini sering dilakukan oleh ?supir tembak? truk kontainer dengan menggunakan ID Card milik supir truk lainnya," katanya. Dalam pengamatan di Surabaya, Hanafi menemukan banyak perusahaan angkutan kontainer yang tidak mendaftarkan seluruh supirnya sesuai jumlah truk yang dimiliki untuk mendapatkan ID Card untuk masuk pelabuhan. Alasannya, susah mencari sopir dan perusahaan lalu mempekerjakan "supir tembak" dengan upah lebih rendah dari supir yang resmi. "Perusahaan atau supirnya melakukan kolusi dengan aparat keamanan agar bisa lolos masuk pelabuhan," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007