Jakarta (ANTARA News) - Kawasan bandara internasional Minangkabau berpotensi ambles (likuifaksi) lebih dari 25 cm, jika terjadi gempa besar dengan magnitudo (Mw) 8,5 dan percepatan gempa maksimal di permukaan sebesar 0,25 gal. "Berdasarkan hasil analisis potensi liquifaksi dengan mempertimbangkan percepatan gempa di permukaan tanah (pga) sebesar 0,49 gal, semua lokasi penyelidikan akan mengalami penurunan hingga lebih dari 25 cm, khususnya semakin ke arah utara," kata Peneliti dari Puslit Geoteknologi LIPI Dr Adrin Tohari yang diwawancarai dari Jakarta, Selasa. Kesimpulan ini merupakan salah satu dari hasil penelitian LIPI tentang potensi likuifaksi yang telah dilakukan di sejumlah kawasan rawan gempa yakni Sumatera Barat, Bengkulu, Cilacap, Yogyakarta dan juga Aceh. Ia mengatakan, wilayah pantai barat Sumatera merupakan wilayah yang memiliki kerentanan gempa bumi yang tinggi karena wilayah ini berada 250 km sebelah timur dari zona subduksi Sumatera. Sejarah kegempaan di zona subduksi ini telah mencatat peristiwa gempa bumi besar (magnitudo >6,0 SR) selama kurun waktu dua abad ini seperti gempa bumi tahun 1797 (8,3 SR), 1833 (8,35 SR), 1843 (7,25 SR), 1861 (8,5 SR), 1907 (7,5 SR), 2000 (7,3) dan 2005 (6,7 SR). Menurut Adrin, potensi amblasan ini dapat dikurangi dengan melakukan rekayasa dengan menghilangkan lapisan berpotensi likuifaksi, tetapi metode ini akan memerlukan biaya yang besar karena lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi di daerah itu cukup tebal mencapai delapan meter. Metode rekayasa lain yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan injeksi dan mencampur semen dan lime kedalam lapisan tanah yang berpotensi likuifaksi atau yang dikenal dengan metode deep mixing untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan lapisan tanah. "Nah, saya tidak tahu apakah sewaktu dilakukan pembangunan airport itu, rekayasa perbaikan kualitas kepadatan atau kekuatan lapisan tanah sudah dilakukan. Semoga saja sudah, kalau tidak, maka potensi amblasan akan mengancam airport tersebut," katanya. Penelitian ini menggunakan hasil uji N-SPT dan uji CPT/CPTU di beberapa lokasi, di mana kondisi geologi bawah permukaan daerah ini tersusun atas lapisan pasir lepas hingga padat serta muka air tanah yang cenderung dangkal, mulai kedalaman 0,7 hingga 4,4 meter, ujarnya. Penurunan lapisan tanah, ujarnya, berkisar antara 9-33 cm, dengan penurunan terbesar terjadi di daerah di dekat garis pantai, terutama di sebelah utara Kota Padang. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007