Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan Indonesia memerlukan waktu sekitar 25 tahun untuk merehabilitasi hutan yang telah terdegradasi dan luasnya mencapai sekitar 50 juta hektare. "Kabinet sekarang berambisi untuk melakukan program rehabilitasi hutan terhadap lima juta hektare di antaranya hingga 2009," katanya saat memberi kuliah umum di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat. Ia mengatakan, upaya untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan yang dilakukan melalui program reboisasi sudah sejak lama dilakukan, namun praktiknya di lapangan tidak sesederhana yang dibayangkan. Reformasi yang terjadi masih sebatas pada level peraturan, katanya, namun belum menyentuh pada aspek budaya, sistem desentralisasi yang ada belum sepenuhnya berjalan efektif. "Sistem komando yang dijalankan dalam desentralisasi masih dalam tahap transisi, contoh persoalan yang muncul adalah banyak kepala dinas yang menolak bibit dari pemerintah pusat," katanya. Bahkan, sudah ada enam provinsi yang angkat tangan untuk mendukung ambisi pemerintah pusat menyelesaikan rehabilitasi hutan seluas lima juta hektare hingga 2009. "Mereka menyatakan ketidaksiapannya karena waktu yang pendek untuk mencapai target yang dinginkan pemerintah, rumitnya prosedur dalam penunjukan langsung membuat mereka khawatir jika program ini tidak jalan atau belum kelar, bisa-bisa dipanggil oleh KPK," katanya. Selain itu, diperlukan dana sekitar Rp8 triliun untuk reboisasi lahan seluas dua juta hektare, padahal penerimanan negara dari hasil hutan bukan pajak hanya sekitar Rp2,5 triliun per tahun. Menyinggung tentang konservasi tumbuhan dan satwa di Indonesia, Kaban mengatakan, pemerintah telah membuat aturan untuk melindungi 57 jenis tumbuhan dan 236 jenis satwa yang terancam punah. Menurutnya upaya perlindungan tersebut harus diikuti oleh usaha untuk membudidayakan dan mengembangkannya sehingga bisa memiliki nilai tambah. "Jangan sampai penemuan yang sebenarnya bisa kita kembangkan dari tumbuhan dan satwa Indonesia justru diklaim sebagai hak milik negara lain," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007