Oleh Berlian Helmy *)

Ketidakpastian tatanan global dan tidak tetapnya kepentingan nasional tiap negara menjadikan kerja sama antarnegara sebagai salah satu solusi yang tidak dapat dielakkan.

Menjalin kerja sama di kawasan dapat memberikan keuntungan sekaligus mempererat hubungan suatu negara dengan negara lain di kawasan guna mencapai kepentingan nasional masing-masing negara.

Kondisi geografis suatu negara tidak jarang memberikan keuntungan apalagi negara tersebut berada dalam wilayah strategis yang dapat dimanfaatkan guna kemajuan ekonomi nasional.

Terciptanya kawasan Indo-Pasifik tidak terlepas dari adanya perubahan kepentingan dan isu di kawasan maupun lingkup global.

Kepentingan terbaru yang terbentuk di Indo-Pasifik, --sebuah wilayah besar di dunia yang menelusuri pantai timur Afrika, termasuk negara-negara Teluk, sebelum mencapai daerah sekitar benua dan mencakup sebagian besar kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan akhirnya Hawaii--, memunculkan pertanyaan apakah kita akan menyaksikan kelompok regional baru yang formal?

Istilah ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2007, oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan mulai disebar secara diplomatik tahun 2010, oleh Perdana Menteri India Manmohan Singh pada tahun 2010 dengan negara pendukung: AS, India, Jepang, Korea Selatan dan Australia.

Daya tarik Indo-Pasifik ini pun semakin banyak mendapat perhatian khususnya di Asia, sejak Presiden AS Donald Trump pada tahun 2017 dalam kunjungannya ke beberapa negara di Asia dalam pidatonya, dia tidak lagi menggunakan istilah wilayah Asia-Pasifik melainkan wilayah Indo-Pasifik.

Kawasan Indo-Pasifik dijadikan AS sebagai alasan untuk dapat memberikan pengaruh di wilayah Asia setelah keluarnya AS dari kerja sama Trans-Pacific Partnership (TPP).

Amerika Serikat mulai fokus pada kawasan Indo-Pasifik karena ingin menekan pengaruh atau dominasi China di kawasan. Apa yang menjadi kekhawatiran AS terhadap China? Apakah Indo-Pasifik dibentuk karena ketakutan AS akan China?

Belum ada jawaban pasti terkait hal tersebut, namun dapat dipastikan kepentingan AS di kawasan Indo-Pasifik untuk menekan pengaruh China benar adanya, diperkuat dengan munculnya istilah The Quads (Quadrilateral Security Dialogue) kubu AS di Indo-Pasifik yang memiliki kepentingan kurang lebih sama, yaitu sama-sama ingin menekan dominasi China di kawasan.

Berbagai konsep awal pun muncul, mulai dari Amerika Serikat dan Jepang yang menekankan pada sikap "bebas dan terbuka" dan juga konsep yang melibatkan AS, India, Jepang, Australia yang dikenal dengan istilah Quadrilateral Security Dialogue (The Quads) yang menyatukan persepsi untuk menekan pengaruh China di kawasan dengan pengaturan Indo-Pasifik yang bilateral atau "minilateral".

Indonesia hadir dengan membawa konsep yang berdasar pada kerja sama secara terbuka, netral, inklusif, transparan dan didasarkan pada habit of dialogue dengan menjunjung tinggi hukum internasional yang berfokus pada sentralitas ASEAN dalam kontribusinya mengubah potensi ancaman menjadi kerja sama, potensi ketegangan menjadi perdamaian dan menciptakan kemakmuran di kawasan.

China hadir membawa konsep yang berfokus pada pengembangan kebijakan Belt Road Initiative (BRI) di kawasan. AS yang berkomitmen penuh untuk membangun kawasan Indo-Pasifik dalam rangka menjaga kedaulatan dan integritas teritorial serta janji kebebasan dan kemakmuran terwujud nyata untuk semua serta mendapat dukungan yang sangat kuat dari Pertahanan Nasional Amerika.

Menteri Pertahanan AS James N Mattis dalam acara International for Strategic Studies Shangri-La Dialogue mengungkapkan bahwa strategi yang telah disusun Pertahanan Nasional Amerika tak lain bertujuan untuk menjaga stabilitas, keamanan dan kemakmuran serta penguatan aliansi dan kemitraan sebagai prioritas utama.

Dia menyatakan bahwa meskipun kepentingan AS di Indo-Pasifik bebas dan terbuka, tetapi hal itu hanya akan terwujud apabila semua negara mau bersatu menjunjungnya.

Perbedaan konsep yang ditawarkan di kawasan Indo-Pasifik ditambah dengan fokus Indonesia yang ingin menekankan pada sentralitas ASEAN menjadi tantangan tersendiri di kawasan Indo-Pasifik.

Muncul pertanyaan, apakah fokus terhadap sentralitas ASEAN dapat diandalkan di kawasan? Mengingat bahwa ASEAN memiliki prinsip non-intervensi terhadap suatu negara.

Konsep bebas dan terbuka yang ditawarkan pula di kawasan Indo-Pasifik pun menjadi tantangan tersendiri karena dalam kerja sama negara seperti tidak ada batasan dan aturan dalam menjalin hubungan kerja sama di kawasan.

Penyatuan konsep sekarang ini merupakan PR (pekerjaan rumah) besar yang dihadapi dalam kawasan Indo-Pasifik. Apalagi dua ekonomi terbesar dunia menawarkan gagasan yang saling berlawanan untuk keterlibatan mereka di kawasan Indo-Pasifik.

Setiap konsep yang ditawarkan oleh negara-negara di Indo-Pasifik mengarah pada pembangunan, kemakmuran dan juga pertumbuhan ekonomi di kawasan.

Namun, dari konsep yang sudah ada tidak terlepas dari kelemahan, tantangan dan juga ancaman. Seperti konsep yang ditawarkan oleh The Quads berdasarkan pada bebas dan terbukanya di kawasan memiliki kelemahan, yaitu tidak mengarah kepada hal yang konstruktif tetapi sebaliknya, justru membatasi masing-masing negara dalam membentuk kebijakannya dalam mendukung kepentingan internasionalnya (kontraproduktif), lebih kepada membatasi peran sentral ASEAN, dan konsep free and open Indo-Pacific yang hanya menguatkan pada negara-negara sekutu AS serta lebih mengedepankan kekuatan militer.

Sedangkan Indonesia yang memimpin dorongan bagi ASEAN yang menyatakan konsep kerja sama secara terbuka, netral, inklusif, transparan dan di dasarkan pada habit of dialogue dengan menjunjung tinggi hukum internasional yang tertuang dalam makalah proposal Indo-Pacific Outlook yang telah diresmikan pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN yang telah dijabarkan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi awal tahun 2018.

Konsep yang dipimpin oleh Indonesia ini pun diedarkan ke negara-negara anggota ASEAN untuk masukan lebih lanjut dalam hal menyoroti peran sentralitas ASEAN.

Dalam proposal Indo-Pacific Outlook yang dibuat oleh Indonesia menawarkan pada sebuah tatanan regional alternatif yang diharapkan dapat mengakomodasi semua kepentingan negara yang tergabung dalam kawasan, bahkan jika tidak dapat menyelesaikan masalah di antara negara-negara. Dan juga merujuk pada KTT Asia Timur (EAS/East Asia Summit) yang merupakan pusat mekanisme yang dipimpin ASEAN dapat dijadikan sebagai kekuatan maupun peluang untuk mengoptimalkan sentralitas ASEAN di kawasan, apalagi jika ASEAN dapat melembagakan East Asia Summit, bukan hanya memperkuat.

Analisis mengenai tantangan dan ancaman --terlepas dari kekuatan dan juga peluang yang ada-- mulai bermunculan. Mulai dari The Quads yang terdiri dari negara AS, Jepang, India dan Australia terlepas dari kepentingan bersama di kawasan, pasti memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai di kawasan sehingga menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi keberlangsungan kerja sama yang dijalin oleh The Quads di masa depan.

Tantangan yang juga dihadapi Indonesia adalah kurangnya sumber daya diplomatik, ekonomi, dan keamanan untuk membentuk kawasan secara independen serta fokus terhadap ASEAN yang dihadapkan pada kenyataan bahwa negara anggota terbagi dalam dua kubu, yaitu negara yang pro AS dan juga pro China yang dapat menghambat jalannya konsep yang sudah digagas oleh Indonesia di kawasan Indo-Pasifik.

Kendala lain yang mungkin akan dihadapi dalam kawasan Indo Pasifik adalah adanya perbedaan kepentingan nasional, perbedaan kekuatan dan aktor-aktor yang akan terlibat di kawasan yang tidak hanya berfokus pada aktor negara saja serta dari The Quads menyetujui adanya campur tangan militer di kawasan.

Perihal konsep yang ditawarkan oleh Indonesia di kawasan Indo-Pasifik pernyataan bersama akan siap tahun 2019, menurut pengumuman yang dibuat oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia pada akhir di KTT Asia Timur (East Asia Summit) di Singapura pada 15 November 2018.

ASEAN mungkin merupakan kekuatan yang bergerak lambat, tetapi jika diberi dorongan yang tepat, hasil kerjanya akan sepadan untuk dinantikan.

*) Penulis adalah Direktur Ideologi dan Politik, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI

Baca juga: Indonesia fokus Indo-Pacifik dalam KTT ASEAN
 

Pewarta: -
Editor: Arief Mujayatno
COPYRIGHT © ANTARA 2018