Jakarta (ANTARA) - Penerima beasiswa Supersemar, Kamis, resmi mendaftarkan gugatan intervensi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam perkara gugatan perdata yang dilayangkan Kejaksaan Agung terhadap Yayasan Beasiswa Supersemar milik mantan Presiden Soeharto. Panitera Muda Perdata PN Jakarta Selatan, Sobari Achmad, membenarkan pihaknya telah menerima permohonan gugatan intervensi tersebut. Rencananya, gugatan itu akan dibacakan dalam sidang perdana perkara gugatan terhadap Yayasan Supersemar pada 24 September 2007 mendatang. Sementara itu, kuasa hukum keluarga mahasiswa dan alumni penerima beasiswa Supersemar, Munir Fuady, menegaskan pendaftaran itu adalah komitmen untuk mencegah agar gugatan yang dilayangkan Kejaksaan Agung tidak akan mengganggu aliran beasiswa. Dia menilai, gugatan terhadap Yayasan milik soeharto itu paling tidak akan mengurangi aliran beasiswa kepada siswa dan mahasiswa. Pada titik terburuk, katanya, gugatan itu akan menghilangkan alokasi dana bagi beasiswa sehingga kesempatan siswa berprestasi tapi lemah dalam hal ekonomi untuk mengenyam pendidikan akan semakin tipis. Munir menegaskan, sejak Yayasan Beasiswa Supersemar berdiri mulai 1974, tercatat ada sedikitnya satu juta penerima beasiswa. "Dana Supersemar adalah untuk beasiswa, jadi kami punya kepentingan," katanya. Selain mencemaskan berkurangnya aliran beasiswa, alumni dan penerima beasiswa Supersemar juga khawatir diminta ikut mengganti kerugian negara dan kehilangan gelar hasil studi dengan biaya beasiswa. Munir menambahkan, gugatan intervensi bukan merupakan upaya untuk memihak Yayasan Beasiswa Supersemar. "Kami hanya tidak mau menjadi korban kasus ini," katanya. Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar telah didaftarkan oleh Kejaksaan Agung pada 9 Juli 2007 dengan nomor registrasi perkara No. 904/Pdt/G/2007/PN Jaksel. Gugatan itu diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada Yayasan Beasiswa Supersemar yang diketuai mantan Presiden Soeharto. Kejaksaan Agung juga menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185 miliar, ditambah ganti rugi immateriil Rp10 triliun. Dalam gugatan itu dinyatakan Yayasan Beasiswa Supersemar pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu. Yayasan tersebut menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15/1976 yang mengatur pengeluaran dana untuk kegiatan sosial khususnya bidang pendidikan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000 Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Beasiswa Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili karena kondisi kesehatan. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007