Rantau, Kalsel, (ANTARA News) - Terpuruknya sektor pertambangan yang menyebabkan pertumbuhan perekonomian di Kalimantan Selatan anjlok, ternyata membawa berkah luar biasa bagi petani di Kabupaten Tapin.

Saat tambang batu bara mulai kehilangan sinarnya karena harga ekspor yang turun drastis dan persediaan yang mulai menipis, masyarakat dan pemerintah kini mulai mengalihkan perhatian untuk mendapatkan sumber ekonomi baru.

Salah satu sektor yang dilirik untuk menjadi sumber pendapatan baru adalah sektor hortikultura. Sektor tersebut, selama ini belum tergarap dengan optimal dan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Ibarat membangunkan raksasa tidur, dalam waktu singkat, sektor yang selama ini tidak pernah dilirik itu, tiba-tiba populer. Sektor hortikultura melesat dan menjadi penopang baru pertumbuhan ekonomi baru Kabupaten Tapin secara menjanjikan.

Salah satunya, Cabai Hiyung yang merupakan komoditas lokal. Namanya kini dikenal bukan hanya di Kalsel, akan tetapi nasional bahkan dunia.

Varietas Cabai Hiyung memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 ppm atau setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa, bahkan menjadi cabai terpedas di Indonesia. Komoditas cabai itu, kini mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

Tapin yang dulu dikenal sebagai daerah tambang batu bara dengan berbagai persoalannya, kini perlahan dikenal karena pengembangan sektor hortikulturanya.

Cabai Hiyung seakan menjadi "tambang baru" bagi masyarakat Tapin, untuk terus dikembangkan dan digali potensinya.

Cabai yang pertama kali ditemukan oleh pria bernama Subarjo (25) itu, ternyata membawa nama desanya, yakni Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah menjadi dikenal seantero Nusantara dan bahkan mendunia.

"Cabai Hiyung kita ketahui memiliki kepedasan 17 kali lipat dari cabai biasanya setelah adanya hasil laboratorium dari Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) di Jawa Barat," ujar Bupati Tapin M. Arifin Arpan.

Berdasarkan penelitian dari Balitsa tersebut, Pemerintah Kabupaten Tapin merasa punya tanggung jawab besar untuk menjaga dan mengembangkan varietas tanaman lokal itu.

Kini, cabai Hiyung sudah terdaftar di Kementerian Pertanian RI dengan Nomor 09/PLV/2012 tertanggal 12 April 2012.

"Hingga bulan September, luas tanam cabai Hiyung sudah mencapai 278 hektare dan tentunya akan terus kami tingkatkan dengan terapan teknologi pertanian yang benar," ujarnya.



Berdampak

Usaha Pemerintah Kabupaten Tapin dalam pengembangan cabai Hiyung pun berdampak terhadap perekonomian masyarakat di desa sentral pengembangan cabai tersebut.

Masyarakat Desa Hiyung yang pada masa lalu kebanyakan mencari kayu galam untuk dijadikan kayu bakar, sekarang dengan adanya cabai Hiyung, 85 persen masyarakat pun beralih menjadi petani cabai Hiyung, yang dinilai lebih menguntungkan dan ramah lingkungan.

"Bahkan setiap panen cabai Hiyung, keuntungannya bisa buat berangkat umrah," ujar Bupati Arpan yang sudah dua kali menerima Satya Lencana Pangan Nusantara dari Kementerian Pertanian RI itu.

Uniknya, cabai yang mempunyai daya tahan terhadap hama dan mampu bertahan lama apabila ditanam di daerah rawa, rasa pedasnya dan daya tahannya pun akan menurun saat ditanam di daerah dataran tinggi.

"Iya ini sudah dilakukan penelitian oleh Balai Penelitian Pertanian yang ada di wilayah kita, dan tentunya sudah diuji coba," ujar dia.

Sebagai upaya meningkatkan perekonomian petani cabai Hiyung, Pemkab Tapin bekerja sama dengan beberapa perusahaan di daerah itu, berupaya memproduksi olehan cabai Hiyung, seperti abon cabai dan sambel dalam kemasan.

Melalui produksi pascapanen tersebut, maka cabai itu bisa dinikmati kapan saja dengan berbagai varian rasa.

Potensi tersebut kini akan terus dikembangkan, bahkan beberapa orang dari luar negeri tertarik datang untuk melihat secara langsung potensi tersebut.

Pemerintahan Bupati Arifin Arpan selain berhasil dalam pengembangan cabai Hiyung juga mengembangkan budi daya bawang merah sehingga membuat daerah itu sebagai lumbung bawang merah di Kalimantan.

Bahkan, Kabupaten Tapin sudah mampu menjadi pemasok bawang merah ke pasar-pasar tradisional di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur, bahkan ke pasaran ekspor.

"Saya bercita-cita menjadikan Tapin menjadi lumbung pangan Nusantara," kata Bupati Arifin yang juga masuk kategori 10 kepala daerah paling inovatif versi Majalah Tempo itu.

Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Tapin kini mulai berhasil mengubah pola hidup, yang awalnya banyak menggantungkan sektor pertambangan beralih ke pertanian.

Untuk bisa mengubah pola pikir dan pola hidup yang dijalani masyarakat selama puluhan tahun dalam kondisi nyaman oleh melimpahnya sumber daya alam, tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan.

Dalam rangka HUT Ke-81 Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, satu-satunya kantor berita negara, Antara akan memberikan penghargaan kepada Bupati Tapin Arifin Arpan karena mampu membuktikan bahwa perekonomian yang mendukung kelestarian alam, ternyata juga membawa kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan cabai Hiyung Tapin dinilai salah satu program yang visioner dan layak didukung semua pihak terkait, termasuk media.*



Baca juga: Cabai Hiyung mendunia, karena pedas 17 kali lipat
 

Pewarta: Ulul Maskuriah dan Husein Asyari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2018