Jakarta (ANTARA News) - Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengundang Ketua BPK Anwar Nasution dan Ketua MA Bagir Manan ke Istana Negara hari Sabtu( 22/9) diharapkan digunakan untuk membicarakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari biaya perkara. Anggota Komisi III Al Muzammil Yusuf, saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Sabtu, mengatakan, RPP merupakan kewenangan Presiden dan pertemuan itu diharapkan menjadi kesempatan untuk membicarakan kelanjutan RPP PNBP biaya perkara yang menurut MA sudah diserahkan ke Sekretariat Negara (Setneg). "Kalau RPP itu sudah di Setneg, maka seharusnya Presiden bisa mempercepat prosesnya. Pertemuan nanti seharusnya membicarakan soal RPP itu," katanya. Menurut rencana, Presiden pada pukul 13.00 WIB akan menerima Ketua MA Bagir Manan dan Ketua BPK Anwar Nasution, serta Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshhidiqie di Istana Negara. Saat pengadilan masih dibawah Departemen Kehakiman, MA menggunakan PP No 26 Tahun 1999 tentang tarif atas PNBP yang berlaku pada Departemen Kehakiman untuk menyetorkan PNBP dari biaya perkara ke kas negara. Namun, saat peradilan sudah berada satu atap di bawah MA dan lepas dari Departemen Hukum dan HAM pada 2004, PP No 26 Tahun 1999 itu sudah dinyatakan tidak berlaku dan diganti oleh PP No 75 Tahun 2005. PP No 75 Tahun 2005 itu hanya mengatur soal tarif PNBP yang dipungut di lingkungan Depkumham. Sedangkan tarif PNBP yang di lingkungan peradilan sampai saat ini belum ada. Pada 2006, MA mengaku sudah menyusun RPP soal tarif PNBP di lingkungan pengadilan dan sudah disampaikan ke Setneg namunn belum mendapat respon sampai saat ini. Karena belum ada ketentuan hukum yang berlaku, maka MA masih menggunakan PP No 26 Tahun 1999 untuk menyetor PNBP ke kas negara dari biaya perkara. PP itu mengatur, yang merupakan PNBP dari biaya perkara di antaranya hak redaksi (leges) Rp3.000, pencatatan permintaan banding atau kasasi Rp2.000, serta biaya registrasi pada Pengadilan Niaga yang besarnya bervariasi tergantung nilai utang mulai Rp750.000 hingga Rp5 juta. BPK telah melakukan audit PNBP 2005 dan semester I 2006 terhadap MA. Audit itu dilakukan BPK untuk memeriksa tingkat ketertiban dan keandalan sistem internal MA untuk mengelola dan mengawasi PNBP yang disetorkan ke kas negara. Hasil audit itu menemukan pengelolaan PNBP pada MA tidak tertib dan terdapat kekurangan serta keterlambatan setoran ke kas negara. PNBP dari Leges yang seharusnya Rp3.000 per perkara, oleh MA hanya disetorkan Rp1.000.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007