Jakarta (ANTARA News) - Tokoh Pers Nasional yang juga mantan Wakil Ketua Dewan Pers, RH Siregar, berpendapat bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai jurnalis untuk investigasi atau pemberitaan di media masing-masing, para wartawan diharapkan tetap bersikap netral dan menjaga jarak dengan narasumbernya. Dengan menjaga jarak pada narasumbernya itu, kata Siregar kepada pers di Jakarta, Senin, maka seorang wartawan tidak akan terjebak dengan hal-hal di luar tugasnya sebagai jurnalis. Bagaimana pun, ujarnya, kebebasan pers yang menjadi buah reformasi tetap harus dijaga insan pers di Indonesia. Namun, ia menilai, hal tersebut juga harus mengedepankan etika, menghargai nilai-nilai kebenaran dan bersandar pada fakta-fakta yang objektif. Menanggapi adanya dugaan keterlibatan wartawan Tempo, Metta Dharmasaputra, yang melindungi narasumbernya dan bahkan membantu narasumbernya itu dalam pelarian sebagai buronan polisi, Siregar menegaskan, jika benar itu terjadi, maka hal tersebut jelas tidak diatur dalam UU Pers, dan tindakan Metta dianggap melampaui tugasnya sebagai wartawan atau hal itu telah berada diluar tugas wartawan. "UU Pers hanya mengatur bahwa wartawan berhak melindungi narasumbernya untuk tidak disebutkan dalam pemberitaan dan wartawan berhak merahasiakannya, tapi bukan melindungi secara fisik atau membantu narasumbernya dalam hal lain. Apalagi, kalau narasumbernya terindikasi melakukan tindakan pidana, itu tidak dibenarkan," ujar RH Siregar. Mengutip pendapat Pakar Pers, Tjipta Lesmana yang menyatakan bahwa wartawan harus objektif dan menjaga jarak dengan narasumber, Siregar menjelaskan, dengan posisi menjaga jarak itu, maka wartawan dapat menangkap suasana dan tetap kritis terhadap narasumbernya tersebut. Sementara soal alasan kemanusiaan dalam membantu seorang nara sumber, Siregar tidak sependapat. "Tidak dibenarkan dengan alasan apapun bagi seorang wartawan untuk bertindak lebih dari yang telah diatur dalam UU Pers," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007