Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian menilai investor tetap percaya diri untuk berinvestasi di tahun politik 2019, demikian disampaikan Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono.

“Di tahun politik ini, sejumlah investor jangka panjang masih tetap jalan. Kami berharap investasi itu turut mendongkrak pertumbuhan industri nasional,” kata Sigit lewat keterangannya di Jakarta, Jumat.

Menurut Sigit, dari sektor IKFT, investasi di industri kimia diperkirakan paling besar nilainya karena tergolong padat modal dan membutuhkan teknologi tinggi. Selain itu, industri kimia dinilai berperan strategis sebagai sektor hulu lantaran produksinya dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri lain.

“Sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk ekspansi di industri hulu kimia. Misalnya dari Korea Selatan, yang hingga saat ini masih dalam tahap pembicaraan,” ungkapnya. 

Beberapa waktu lalu, telah terealisasi pembangunan industri petrokimia untuk memproduksi naphtha cracker di Cilegon, Banten.

Investasi tersebut merupakan komitmen PT Lotte Chemical Indonesia yang menggelontorkan dananya sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk menghasilkan naphtha cracker sebanyak 2 juta ton per tahun. 

Selain itu, PT Chandra Asri Petrochemical menyuntik dana hingga 5,4 miliar dolar AS, yang di antaranya guna memproduksi naphtha cracker mencapai 2,5 juta ton per tahun.

“Kami bertekad mendorong percepatan pembangunan kompleks petrokimia tersebut, sehingga akan mendukung pengurangan impor produk petrokimia minimal 50 persen. Kami juga berharap agar proyek ini lebih mengutamakan penggunaan komponen lokal dan melibatkan tenaga kerja dari dalam negeri,” paparnya.

Dalam upaya memasok tenaga kerja yang kompeten, Kemenperin bakal memfasilitasi pembanguan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon pada tahun 2019. 

Melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi ini, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan operator atau tenaga kerja lainnya untuk industri petrokimia.

“Pemerintah juga tengah berupaya memfasilitasi untuk pemberian tax holiday,” imbuhnya.

Di samping itu, Sigit optimistis, pertumbuhan industri farmasi di Indonesia mampu menembus level 7-10 persen pada tahun 2019. Selain dipacu peningkatan investasi, kinerja positif industri farmasi terkatrol dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

“Program itu masih menjadi magnet bagi investor untuk menanamkan modalnya, karena meningkatkan demand,” terangnya.

Kemudian, Sigit menyebutkan, sudah ada investor Korea Selatan yang menyatakan minatnya untuk membangun industri tekstil di Indonesia. 

“Ketertarikan investor asing di sektor tesktil masih cukup tinggi,” ujarnya. Selain investor dari Negeri Ginseng, investor Tiongkok juga siap menanam modalnya sebesar Rp10 triliun untuk masuk ke industri tekstil yang tergolong sektor padat karya.

“Kami berharap, target investasi tersebut dapat tercapai di tahun ini, sehingga industri-industri unggulan nasional yang masuk dalam prioritas Making Indonesia 4.0 itu bisa lebih terintegrasi dan berdaya saing global. Investasi ini juga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat secara inklusif,” tegasnya.

Baca juga: Investasi dipangkas, Pertamina optimistis produksi gas JTB naik
Baca juga: Investasi diprediksi melambat jelang Pilpres 2019
Baca juga: Kemenperin bidik investasi sektor IKFT Rp130 triliun

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2019