Surabaya (ANTARA News) - Tiga mahasiswa ITS Surabaya yang dikenai skorsing dua semester, pascademonstrasi pada 6 Maret 2007, Selasa, kalah dalam menggugat rektor ITS di PTUN Surabaya. Dalam sidang pembacaan putusan itu, ketua majelis hakim Supriyanto SH menyatakan, gugatan ketiga mahasiswa selaku penggugat tidak dapat diterima dan penggugat diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp183.000. Tiga mahasiswa ITS yang terkena skorsing setahun adalah Tommy Dwinta Ginting (Jurusan Planologi angkatan 2002), Yuliani (Jurusan Planologi angkatan 2002), dan Beni Ikhwani (D-3 Mesin ITS angkatan 2004). "Kami menolak gugatan mereka, karena peraturan Tata Kehidupan Kampus ITS Nomor 3709/K.03/KM/2006 pasal 26 mengatur bahwa mereka yang dirugikan atas keputusan rektor dapat diselesaikan secara internal," kata Supriyanto usai persidangan. Namun, katanya, ketiga mahasiswa itu melakukan gugatan sebelum menempuh penyelesaian internal, sehingga mereka menyalahi UU PeraTUN (Peradilan TUN) 5/1986 atau PeraTUN 9/2004 pasal 48 tentang perlunya upaya administrasi ditempuh sebelum terjadi sengketa. Menanggapi hal itu, penasehat hukum penggugat, Subagyo SH, mengatakan, pihaknya akan memikirkan upaya banding atas putusan yang dinilai hanya bersifat formal itu. "Kita bisa banding, tapi nanti saya bicarakan dengan ketiga penggugat, karena PTUN hanya melihat upaya administrasi. Padahal upaya administrasi itu hanya keringanan sanksi," katanya. Sementara itu, katanya, ketiga mahasiswa tidak ingin sebatas keringanan, tapi mereka justru keberatan dan sudah mengajukan surat keberatan, namun surat keberatan itu tak digubris majelis hakim. "Mereka tidak mau menempuh upaya administrasi, karena hal itu sama halnya dengan mereka mengaku bersalah. Padahal mereka tidak begitu, sehingga mereka memilih untuk mengajukan keberatan, bukan keringanan," katanya menjelaskan. Usai persidangan yang dihadiri puluhan mahasiswa ITS, Unair, dan sebagainya itu, Yuliani selaku salah seorang penggugat menyatakan, pihaknya memang tidak mentargetkan untuk menang atau kalah dalam gugatannya. "Tujuan kami bukan kalah atau menang,, tapi kami membuktikan bahwa skorsing yang dilakukan rektor ITS merupakan otoriterianisme dan ITS telah melakukan perselingkuhan dengan korporasi, yakni Lapindo dengan mendata aset warga tanpa mengumumkan hasilnya," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007