PBB (ANTARA News) - Pemerintah di seluruh dunia Selasa menyerukan kepada junta militer Myanmar untuk bersikap mengendalikan diri setelah pihaknya mengancam akan melakukan tindakan terhadap para biksu Budha yang memimpin aksi unjukrasa terbesar di negara itu selama hampir 20 tahun. Sementara mereka menyuarakan dukungan kepada jumlah peserta unjukrasa yang makin besar - sekitar 100.000 pada Senin di kota Yangon Myanmar - Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat George W Bush akan memperketat sanksi-sanksi yang diberikan kepada tokoh-tokoh rezim itu. Dia mengumumkan tindakan-tindakan yang akan diambil dalam pidato Selasa malam di Sidang Umum PBB sebagai bagian dari kampanye `berusaha dan mendesak agar rezim berubah,` kata Penasehat Keamanan Nasional Stephen Hadley kepada wartawan. "Saya kira ada peningkatan kesadaran mengenai kejahatan rezim ini dan kesempatan bagi kami untuk mendapatkan masa peralihan," katanya. Australia mengimbau kepada China dan India agar mendesak junta militer mampu menahan diri. Negara-negara besar Asia ini, bersama dengan rekan Myanmar anggota ASEAN, mempunyai pengaruh lebih besar daripada Barat, kata Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer. "Saya rasa suara terkeras yang didengar pemimpin militer Burma adalah suara dari China dan India daripada suara dari ASEAN, dan mereka bisa dipastikan tidak terlalu memperhatikan suara negara-negara Barat." Berbicara di New York, Downer menyambut para demonstran karena telah `menunjukkan keberanian yang sangat besar di negara yang dipimpin militer yang hanya selalu bersedia melakukan tindakan keras terhadap suatu beda-pendapat.` Negara-negara ASEAN telah cukup lama menghadapi Myanmar, yang bergabung ke dalam kelompok ini 10 tahun yang lalu, namun pada saat terjadinya aksi-aksi protes sejumlah pengamat mengatakan mereka beresiko kehilangan kredibilitas jika mereka gagal mengatasi masalah ini. Pada hari Senin, Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menambahkan dalam pidatonya yang menyerukan agar pemimpin negara itu bisa mengendalikan diri, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007