Surabaya (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya menyebutkan peredaran parsel bermasalah terjadi hampir setiap tahun, karena lemahnya pengawasan dan sanksi hukum bagi penjual. Hal itu disampaikan Direktur LPKS Paidi Pawiro Redjo yang dihubungi ANTARA News di Surabaya, Selasa, menanggapi maraknya peredaran parsel menjelang lebaran tahun ini. "Hampir setiap tahun kami selalu menemukan parsel bermasalah, seperti makanan atau minuman yang ada di dalamnya rusak, ilegal atau kadaluarsa," katanya. Menurut Yoyok (sapaan Paidi Pawiro Redjo), kejadian seperti itu sering terulang karena tidak adanya sanksi hukum yang memberatkan penjual. Sanksi denda atau kurungan penjara, baru dijatuhkan kepada penjual, apabila konsumen mengalami keracunan atau gangguan lain setelah mengkonsumsi mamin dalam parsel. "Tapi kalau belum dikonsumsi, penjual hanya diwajibkan mengganti makanan atau minuman yang rusak dan tidak layak konsumsi itu, tanpa ada sanksi lain," katanya. Yoyok menambahkan, pihaknya sudah menurunkan tim khusus untuk mengawasi kemungkinan beredarnya parsel bermasalah di pasaran. Secara terpisah, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan atau BBPOM Departemen Kesehatan di Surabaya juga menurunkan petugasnya untuk mengawasi peredaran parsel menjelang lebaran tahun ini. Kepala BBPOM Surabaya Drs Sudiyanto kepada wartawan mengatakan, sekitar 40 petugas diturunkan untuk pengawasan di sebagian kecamatan di Surabaya dan kota sekitar. "Sebelumnya, kami telah mengeluarkan surat edaran kepada para pengelola supermaket, toko dan penjual parsel," katanya di sela-sela meninjau pusat penjualan parsel lebaran di Jalan Walikota Mustajab Surabaya. Dalam surat edaran tersebut, BBPOM menyatakan enam kategori makanan dan minuman yang dilarang masuk dalam parsel, diantaranya kadaluarsa, tidak terdaftar (ilegal), kemasan rusak, mengandung babi dan alkhohol. Sudiyanto mengatakan bahwa menjelang lebaran atau hari-hari besar, penjualan parsel mengalami peningkatan sehingga ada kemungkinan disalahgunakan oknum-oknum tertentu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007