Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Yudisial (KY) Irawady Joenoes (IJ) tertangkap tangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima uang Rp600 juta dan 30 ribu dolar AS dalam pengadaan tanah untuk Gedung KY. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, mengatakan KPK selama lebih dari dua bulan telah menyelidiki adanya dugaan suap dalam kasus pengadaan tanah untuk Gedung KY. Penyidik KPK, tutur Tumpak, pada Rabu siang sekitar pukul 13.00 WIB melakukan penangkapan terhadap Irawady dan Freddy Santoso di sebuah rumah milik saudara ipar Irawady di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan. "Penangkapan ini sehubungan dengan penyidik menemukan bahwa IJ terdapat secara tertangkap tangan menerima sejumlah uang," jelas Tumpak. Dari dalam tas milik Irawady, penyidik KPK menemukan uang Rp600 juta, sedangkan di kantong pakaiannya, penyidik menemukan uang 30 ribu dolar AS. "Kasus ini adalah tertangkap tangan menerima dugaan suap. Sesuai definisi KUHP, tertangkap tangan itu tertangkap saat melakukan tindak pidana atau ditemukan barang bukti padanya," jelas Tumpak. Freddy adalah Direktur PT Persada Sembada, yang merupakan pemilik dan penjual tanah seluas 5.720 meter persegi di Jalan Kramat Raya No 57, Jakarta Pusat, yang dijual kepada KY. Sampai saat ini Irawady dan Freddy masih menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Menurut Tumpak, status terhadap keduanya masih sebagai terperiksa. Sesuai prosedur, lanjut dia, pemeriksaan masih berlangsung selama 24 jam sampai KPK menetapkan status lebih lanjut kepada keduanya. "Statusnya kita tentukan setelah pemeriksaan selama 24 jam selesai," ujarnya. Tumpak mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan sementara telah ada pengakuan dari Freddy bahwa ia memberi uang tersebut kepada Irawady. Namun, Irawady masih membantah pemberian tersebut. Untuk sementara, mantan jaksa itu dijerat dengan pasal 5 ayat 1 tentang pejabat negara yang menerima suap, pasal 12 huruf b dan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007