Brisbane (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Australia, Brendan Nelson, tetap menganggap terorisme sebagai ancaman keamanan nasional nomor wahid yang jauh lebih berbahaya daripada dampak perubahan iklim sebagaimana diyakini Kepala Polisi Federal Australia (AFP), Mick Keelty. Nelson seperti dilaporkan ABC, Jumat pagi, menyampaikan ketidaksetujuannya dengan pendapat Keelty itu ketika berbicara di depan forum Institut Kebijakan Strategis Australia Kamis malam (27/9). Menurut dia, terorisme masih menjadi "tantangan paling signifikan" beberapa dekade mendatang. Sebelumnya, saat berbicara dalam Konferensi Kriminologi di Adelaide empat hari lalu, Kepala AFP Mick Keelty menegaskan bahwa perubahan iklim menjadi ancaman keamanan abad ini, bukan terorisme, karena perubahan iklim justru berpotensi menimbulkan skala kematian dan kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia menjelaskan bagaimana jutaan pengungsi akibat dampak perubahan iklim tersebut dapat menimbulkan "darurat keamanan nasional" bagi Australia. Keelty merujuk pada satu skrenario bagaimana negara berpenduduk terbesar di dunia, China, tidak mampu memberi makan penduduknya yang besar itu. Mick Keelty mengatakan, dunia kini menghadapi fenomena perubahan iklim seperti meningkatnya suhu global, naiknya permukaan air laut dan turun drastisnya pasokan air bersih. Pada tahun 2040, suhu global diperkirakan naik tiga derajat, permukaan air laut naik 50 sentimeter, dan lahan yang tersedia di China untuk menanam gandum dan padi berkurang hingga 30 persen, katanya. Kondisi ini mengakibatkan begitu banyak orang menjadi pengungsi, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Dalam kondisi demikian ketidakpastian dan ketegangan sosial pun terjadi. Mereka ini akan mencari "lahan baru" dan untuk mendapatkannya mereka akan melintasi batas-batas negara, katanya. Australia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Pasifik yang secara tidak langsung merasakan dampak terorisme. Dalam insiden Bom Bali 12 Oktober 2002 misalnya, sebanyak 88 orang warganegaranya tewas, dan gedung kedutaan besarnya di Jakarta menjadi target serangan bom mobil pada 9 September 2004.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007