Seoul (ANTARA News) - Delegasi Korea Selatan (Korsel) akan membawa bensin dan bahan makanannya sendiri saat mengikuti pertemuan puncak selama sepekan di ibukota Pyongyang, kata para pejabat, Senin. Mereka juga membawa parabola sendiri agar mereka dapat menonton televisi Korsel selama tiga hari mereka berada di sana, kata Kementerian Unifikasi. President Korsel Roh Moo-Hyun akan bertolak ke Pyongyang pada Selasa untuk melakukan pertemuan dengan pemimpin Korut Kim Jong-Il, yang merupakan pertemuan puncak kedua dalam enam dekade sejak semenanjung itu terpecah. Pada 2000, Presiden Korsel ketika itu Kim Dae-Jung terbang ke Korut. Namun rombongan Presiden Roh yang berjumlah 300 orang akan melakukan perjalanan ke Korut lewat darat dengan kendaraan kepresidenan dan sejumlah bus. Presiden, ibu negara Korsel Kwon Yang-Suk dan 13 delegasi pejabat tinggi akan mengendarai mobil-mobil mereka melewati benteng perbatasan dan melintasi perbatasan dengan berjalan kaki sebagai simbol rekonsiliasi. Kendati negara miskin itu menderita kekurangan energi yang parah, seorang jurubicara kementerian menggambarkan bahan bakar dan makanan sebagai penggunaan darurat selama pertemuan 2-4 Oktober. "Makanan reguler akan disediakan Korut untuk tiga hari itu, namun di pihak kami akan mengambil bensin dan makanan untuk penggunaan darurat," kata jurubicara itu kepada AFP. Makanan juga diperlukan untuk jamuan makan malam negara yang dijamu oleh Roh kepada Kim Jong-Il pada Rabu, katanya. Delegasi Korsel juga akan membawa hadiah termasuk produk-produk pertanian, kata para pejabat lain. Meski menolak menjelaskan lebih rinci, namun media massa telah melaporkan bahwa Kim, seorang fanatik film, akan menerima sejumlah DVD drama dan film dari Korsel. Kim disebut-sebut mengoleksi lebih dari 20.000 film asing di perpustakaan pribadinya dan dilaporkan telah memproduksi beberapa film dirinya sendiri, umumnya bercerita tentang para pahlawan revolusi. Para pembelot mengatakan, nyanyian pop dan film Korsel sangat populer di negara komunis terkucil itu, kendati kampanye penolakan yang oleh media resmi negara itu dijulukinya "dekadensi budaya dan ide-ide asing."(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007