Jakarta (ANTARA News) - Menko Polhukam Widodo Adi Sutjipto mengatakan, situasi keamanan di tiga daerah rawan, yakni Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua dan Maluku, saat ini relatif kondusif. "Meski demikian, langkah antisispasi dan kewaspadaan terhadap aksi separatisme tetap dilakukan," katanya, dalam rapar kerja dengan Komisi I DPR bersama Menhan Juwono Sudarsono, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto, Kepala BIN Syamsir Siregar, Menneg PDT Lukman Edy, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta, Senin. Widodo mengatakan, secara umum dan obyektif situasi keamanan nasional terutama di tiga wilayah rawan relatif kondusif, karena hampir tidak ada gangguan keamanan bersenjata. Widodo menjelaskan perkembangan situasi di NAD terkait masa rehabilitasi pascatsunami dan reintegrasi pasca konflik, diakui memang masih banyak pihak yang belum puas hingga wajar jika masih terjadi gesekan saat masa transisi semisal tindakan kriminal. "Selain itu, sempat ada beberapa aksi yang membuat situasi kurang kondusif adalah tindakan penurunan bendera Merah Putih menjelang 17 Agustus lalu. Selain itu, adanya pembentukan parpol lokal bernama partai GAM yang dinilai kurang sejalan dengan MoU Helsinki," jelasnya. Sedangkan untuk situasi keamanan di Papua, Widodo mengatakan, secara umum relatif kondusif karena pemerintah menekankan pelaksanaan Otsus Papua melalui Inpres nomor 5 /2007 tentang percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat. Namun, ujar Widodo, tetap ada gerakan separatis politik maupun bersenjata. Yang bersenjata walau tak menjadi ancaman besar, ujarnya, tetap harus dilanggap sebagai ancaman. "Secara politik, para aktor separatis biasanya mengangkat isu keterbelakangan HAM, serta keterbelakangan pembangunan di Papua. Sampai ada juga kelompok yang mengangkat masalah Papua di forum internasional yang bertujuan agar integrasi Papua dengan Indonesia ditinjau ulang di PBB," katanya. Terkait situsi di Maluku , Widodo menjelaskan, masih banyak aksi yang dilakukan oleh gerakan organisasi Republik Maluku Selatan (RMS). "Beberapa tindakan mereka yang bisa dicatat, 3 Juli 2007 lalu, dalam sebuah acara dilakukan pembentangan bendera . Selain itu saat peresmian dua kantor LSM, 24 Maret 2007, di Utrecht, Belanda, dalam acara tarian, sudah ditampilkan bendera bintang kejora," jelasnya. Dia menambahkan, secara politik, elemen pendukung RMS di Maluku masih tetap aktif. Kegiatan mereka biasanya dilakukan dengan cara-cara provokasi melalui penyebaran selebaran gelap, peledakan bom rakitan, dan pengibaran bendera. "Mereka juga melakukan aktvitas dalam perayaan acara tertentu yang bisa meraih simpati nasional dan internasional untuk menunjukkan eksistensi, seperti kejadian tarian cakalele di hadapan Presiden(Susilo Bambang Yudhoyono 29 Juni 2007, red) , beberapa waktu lalu," tandasnya. Untuk mengatasi dan menjaga kewaspadaan terhadap gerakan disintegrasi tersebut, lanjut Menkopoluhukam, maka pihaknya telah mengupayakan beberapa kebijakan penanggulangan. Secara teknis, kata dia, pada aspek keamanan dilakukan melalui kegiatan operasi intelijen dan pemberadayaan wilayah pertahanan. Dalam segi pemerintahan, pihaknya mendorong efektivitas penyelenggaraan pemda berdasar desentralisasi dan otonomi khusus yang ada. Mendorong kehidupan politik yang sehat mengacu pada pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam bidang kesejahteraan rakyat, lanjut Widodo, pihaknya mendorong pemda agar benar-benar mengelola pertumbuhan daerah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007