Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa APBNP 2007 sudah tidak mungkin memberikan fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk (BM) impor busway sehingga disarankan agar BM itu ditanggung dulu oleh pengimpor atau Pemprov DKI Jakarta, dan akan dipertimbangkan untuk masuk dalam APBN 2008. "Dalam APBNP 2007 yang jelas tidak ada ruangan lagi untuk keperluan itu," kata Menkeu di Jakarta, Selasa. Menkeu menyarankan agar pengimpor memberikan semacam garansi pembayaran BM dan nanti ada semacam mekanisme di mana perusahaan mendapat pembayaran dari Pemprop DKI. "Pokoknya kalau masih dalam UU tentang Kepabeanan, saya siap membantu, tapi kalau di luar UU Kepabeanan maka mekanisme yang mungkin ditempuh antara lain adalah perusahaan pengimpor itu memberikan semacam garansi, dan nanti ada mekanisme yang disebut perusahaan mendapatkan anggaran dari daerah untuk membayar itu. Kalau mekanismenya seperti itu, nanti kita pertimbangkan," jelas Menkeu. Menurut dia, selanjutnya Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dapat mengajukan penggantian pembayaran BM impor busway itu dalam APBN tahun berikutnya (2008). Dana pengganti tersebut kemungkinan dapat disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang disalurkan ke DKI Jakarta. Sebelumnya Menkeu menjelaskan, berbeda dengan UU tentang Kepabeanan yang sebelumnya (UU Nomor 10 tahun 1995) yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan pembebasan Bea Masuk (BM) impor semua jenis barang, maka kewenangan itu tidak ada lagi dalam UU tentang Kepabeanan yang baru (UU Nomor 17 tahun 2006). "Waktu itu memang impor kendaraan untuk angkutan umum mendapatkan pembebasan BM atau hanya dikenakan 5 persen, tetapi waktu impor kendaraan untuk busway masuk ke Priok, UU-nya sudah UU yang baru. Saya sudah tidak bisa lagi membebaskan BM-nya sehingga dia terkena BM penuh sebesar 40 persen," jelas Menkeu. Menurut Menkeu, dalam UU yang lama, ada satu ayat yang menyebutkan bahwa Menteri Keuangan bisa memberikan pembebasan atau keringanan untuk hal-hal tertentu, artinya Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk itu. "Dalam UU yang baru ayat itu dihapus karena DPR mengatakan bahwa pembebasan atau pengurangan BM itu harus diatur dengan UU, bukan oleh Menkeu lagi," katanya. Ia menyebutkan, berbeda dengan RAPBN 2008 yang mengalokasikan dana sebesar sekitar Rp3 triliun dalam rangka pembebasan dan pengurangan BM, APBNP 2007 tidak mengalokasikan dana untuk kepentingan itu. "Dalam APBNP 2007 kita tidak punya ruang lagi karena semuanya harus berdasarkan APBN. Nilai pemberian fasilitas pun juga harus terlihat di APBN," katanya. Menurut dia, untuk impor barang-barang yang dianggap strategis, fasilitas pembebasan atau keringanan BM-nya harus dimasukkan dalam APBN. Setiap fasilitas BM yang keluar harus tercermin di APBN. "Karena itu dalam RAPBN 2008 akan terlihat seperti ada peningkatan penerimaan BM hingga Rp3 triliun. Angka Rp3 triliun itu merupakan angka yang kita cadangkan untuk komoditas yang tidak masuk dalam UU Kepabeanan seperti untuk pembangunan pembangkit listrik dan lainnya," katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007