Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah membuka kesempatan kepada swasta sebagai pendistribusi dan penyedia gas LPG ukuran 3 kilogram di luar PT Pertamina dalam rangka program konversi minyak tanah ke gas elpiji (LPG). "Penetapan swasta sebagai penyalur dan penyedia LPG 3 kg itu tinggal menunggu Peraturan Presiden," kata Purnomo usai Rapat Terbatas dan penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengembangan Panas Bumi, dan Rancangan Peraturan Presiden tentang Konversi Minyak Tanah ke LPG, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis. Purnomo mengakui, aspek distribusi merupakan salah keberhasilan program konversi minyak tanah ke gas elpiji (LPG). Ia menjelaskan, penetapan perusahaan swasta sebagai penyalur dan penyedia gas LPG 3 kg di luar Pertamina itu pola penetapannya belum ditentukan apakah penunjukan langsung atau melalui tender. Peran swasta sebagai penyalur LPG 3 kg ini, karena ini masuk kategori bahan bakar bersubsidi seperti premium, kerosene dan solar. "Saat ini belum ada perusahaan yang mengajukan penawaran kepada kita. Perpres nantinya berlaku untuk umum seperti halnya program pengadaan BBM bersubsidi dimana swasta boleh masuk. tapi mereka harus penuhi persyaratan tertentu," ujar Purnomo. Ia mengakui, salah satu yang membuat program konversi minyak tanah ke gas terhambat adalah karena tidak sempurnanya distribusi dan pengadaan. Syarat bagi swasta ikut dalam program konversi itu tambah Purnomo yaitu perusahaan bisa memanfaatkan kilang-kilang gas dalam negeri, dan menjamin ketersediaan pasok, serta memiliki persediaan yang memadai dalam kurun waktu untuk menghindari kelangkaan. "Ini persyaratan teknis yang harus dipenuhi yaitu punya stok misalnya untuk 20 hari yang diisyaratkan kepada Pertamina, juga berlaku pada perusahaan swasta itu," katanya. Terkait komoditas minyak tanah dalam program konversi itu, ia menjelaskan, tidak akan menarik sekaligus tetapi dilakukan bertahap. "Ini menjadi pelajaran karena pada awal program konversi dilakukan minyak tanah ditarik dalam jumlah besar sehingga terjadi kelangkaan," katanya. Meski begitu, Purnomo menampik jika dinyatakan bahwa pemerintah gagal melakukan konversi. "Kalau belajar dalam hal konversi kita jangan melihat hanya sesaat saja. Karena saat pertama kita lakukan ternyata memang terlalu cepat menarik minyak tanah sehingga terjadi kelangkaan. Dengan ditarik bertahap dan mengembalikan 30-40 persen untuk pasokan di pasar sekarang tidak ada daerah yang langka minyak tanah," katanya. Purnomo juga menjelaskan, perbedaan harga LPG di tingkat konsumen karena jarak satu daerah dengan yang lain berbeda. "Ada harga ritel ada harga pokok. Kalau jauh dari agen tentu harganya bisa lebih mahal," katanya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007