Jakarta (ANTARA News)- Majalah keuangan internasional berbasis di London, Inggris, Euromoney, awal pekan ini mengumumkan bahwa PT Lippo Karawaci, Tbk., kembali memenangi "Euromoney Liquid Real Estate Award 2007" sebagai pengembang berprestasi terbaik Indonesia. Salah satu pertimbangannya adalah keunikan strategi dan kreativitas bisnis Lippo Karawaci (LK), seperti terlihat pada produk terbarunya yang ditawarkan sejak Januari 2007, yakni penjualan lahan makam. Deputy Publisher Euromoney, Michael Dragoyevich, menjelaskan bahwa kompetisi kali ini berlangsung sangat ketat dan cukup alot dalam hal penentuan pengembang yang berprestasi terbaik di setiap negara. Menurut Dragoyevich, Euromoney menilai keunggulan LK terutama disebabkan oleh keunikan dalam strategi bisnis, pengembangan produknya, serta penuh kreativitas, antara lain dengan meluncurkan produk properti terbaru, SanDiego Hills Memorial Park (SDH), sebuah taman pemakaman modern seluas 500 hektare yang dikombinasikan dengan fasilitas rekreasi untuk keluarga di Karawang Barat, Jawa Barat. Mungkin bagi banyak kalangan masyarakat agak terheran-heran, bagaimana mungkin sebuah perusahaan properti ternama seperti Lippo Karawaci -- salah satu anggota kelompok usaha Lippo yang didirikan Mochtar Riyadi -- terjun ke bisnis properti lahan makam. "Saya pun awalnya sering ditertawakan rekan-rekan, masa jualan lahan kuburan? Tetapi, dengan tekad keras kami bisa membuktikan bahwa produk kami ini sangat bermanfaat bagi pembeli, sebagai persiapan saat mereka nanti dipanggil Yang Maha Kuasa. Bahkan properti lahan makam dapat dianggap sebagai suatu investasi menarik. Ini terbukti dari hasil penjualan kami," kata Presdir SDH Memorial Park and Funeral Homes, Rudy Nanggulangi. Data LK menunjukkan, sejak diluncurkan Januari 2007 hingga awal Oktober 2007 telah sukses terjual 15.000 lahan makam atau 80 persen dari total lahan makam yang ditawarkan pada tahap I seluas 25 hektare. "Data penjualan ini menunjukkan telah terjadi perubahan paradigma masyarakat Indonesia dari 'at need' atau membeli lahan makam saat anggota keluarga meninggal dunia, menjadi 'pre-need' atau membeli lahan makam untuk digunakan pada saat yang akan datang," kata Rudy. Menarik untuk dikaji, bagaimana peluang bisnis lahan makam serta strategi LK dalam menjaring calon pembeli. Ide Mochtar Riady Rudy Nanggulangi mengatakan bahwa proyek pemakaman eksklusif itu bermula dari ide pendiri Lippo Group Mochtar Riady yang prihatin melihat belum adanya tempat pemakaman umum di Indonesia yang nyaman, rapih, memberikan kedamaian dan hiburan bagi para pengunjungnya. Disebutkan bahwa SDH Memorial Park di Karawang Barat memiliki kontur asli berbukit dan berlembah serta dirancang jauh dari kesan tempat pemakaman umum biasa, karena didesain sebagai kawasan yang penuh dengan berbagai fasilitas modern melebihi kebutuhan sebuah taman pemakaman. Dia bahkan mengklaim bahwa "memorial park" tersebut tidak hanya yang pertama di Indonesia dan bahkan dapat dikatakan sebagai pertama sedunia yang memiliki "family center" (tempat hiburan keluarga) dengan fasilitas paling lengkap, antara lain bangunan multifungsi bergaya Mediterania, restoran kelas bintang lima, danau seluas delapan hektare, serta kolam renang. Pembangunan proyek tersebut telah dimulai sejak pertengahan 2006 dan diperkirakan selesai dan terjual seluruhnya pada tahun 2013, dengan perkiraan mampu menyediakan sebanyak 1,2 juta lubang makam. Pihak Lippo menargetkan pangsa pasarnya pada masyarakat sekitar Bandung dan Jabodetabek yang diyakini memiliki pangsa besar. Sebagai contoh, di Jakarta saja, tingkat kematian warganya paling sedikit 110 orang per hari. "Pembelian lahan untuk makam merupakan salah satu investasi terbaik, apalagi dengan lahan pemakaman yang makin menciut di Bandung dan Jabodetabek, sehingga makin lama makin sulit menemukan lahan untuk tempat pemakaman," kata Rudy. Sementara itu, Associate Director SDH Memorial Park, Suziany Japardy, mengatakan bahwa harga lahan pemakaman yang ditawarkan adalah mulai dari yang termurah Rp3,2 juta per lubang makam (bukan per meter persegi) dengan syarat dan lokasi tertentu, hingga termahal Rp32 juta per meter persegi di lokasi tertentu yang dianggap terbaik. "Jadi, meskipun berbeda dari tempat pemakaman umum tradisional, SDH sebetulnya tidak terlalu mahal karena menyediakan juga lahan makam dengan harga murah Rp3,2 juta per lubang makam, dengan jumlah terbatas serta dengan kondisi tertentu. Bandingkan dengan harga lahan pemakaman tradisional di Jakarta yang rata-rata Rp4,5 juta per lubang makam," kata Suziany Japardy. Dari total lahan seluas 500 hektare, pihaknya dapat menyediakan total 1,2 juta lubang makam. Menurut Suziany, SDH Memorial Park menawarkan beberapa keuntungan pada pembelinya, antara lain tempat pemakaman dijamin permanen, tidak akan terkena penggusuran, tanpa biaya perawatan makam untuk selama-lamanya, serta mendapatkan bonus asuransi jiwa bagi pembeli berusia maksimum 60 tahun. Selain itu, "memorial park" tersebut juga memberikan hak kepemilikan berupa surat kolektif makam yang bisa dipindahtangankan dan diadministrasikan oleh biro administrasi efek Bursa Efek Jakarta (BEJ). Strategi Penjualan Keberhasilan SDH dalam mendorong penjualan lahan makam tersebut agaknya tidak terlepas dari tangan dingin Suziany Japardy, alumnus Fresno State University, California, AS, jurusan "marketing" (pemasaran). Suziany, yang sebelumnya sempat berkarir selama 17 tahun di Lippo Bank di bidang "marketing", ternyata memiliki jurus-jurus tersendiri untuk mampu menggaet calon pembeli. Pencitraan produk dimulai dengan pemberian nama produk properti "SanDiego Hills" yang memang sengaja dipilih untuk tujuan komersial. Nama ini, kata dia, diharapkan dapat menarik hati pembeli karena mengesankan keindahan kawasan SanDiego di AS. Langkah diferensiasi produk (differentiation of product) lainnya dilakukan dengan membangun Family Center di SDH. "SDH merupakan satu-satunya taman pemakaman di Indonesia, bahkan di dunia, yang dilengkapi fasilitas 'family center'. Taman pemakaman terkenal Arlington di Virginia, AS, pun tidak dilengkapi fasilitas tersebut," kata dia. Strategi menjaring calon pembeli juga dilakukan dengan rajin melakukan presentasi di perusahaan-perusahaan, terutama kepada para calon pensiunan, serta kelompok-kelompok pengajian Islam dan jemaat Nasrani. Harga yang ditawarkan juga menarik, karena diiming-imingi diskon ganda. Sebagai contoh, harga untuk sebuah lahan makam di lokasi "Heavenly Garden" (untuk kaum Muslim) pada kelompok "mansion charity" ditawarkan dengan harga Rp33,646 juta. Terdapat diskon ganda yang ditawarkan untuk pembeli, pertama, pembeli mendapat diskon investor mulai Oktober 2007 sebesar 45 persen, sehingga harga penawaran menjadi Rp33,646 juta - (Rp33,646 juta X 45 %)= Rp18.505.300. Setelah itu, masih ada lagi potongan harga yang disebut dengan diskon keluarga (family discount), tergantung dari jumlah pembelian lahan makam. Bila hanya membeli satu lahan makam, yang bersangkutan akan mendapat 0 % diskon, dua lahan makam sebesar 10 %, tiga lahan makam sebesar 20 %, empat lahan sebesar 30 %, lima lahan sebesar 40 %, enam lahan sebesar 50 %, tujuh lahan sebesar 55%, delapan lahan sebesar 60 %, sembilan lahan sebesar 65 %, 10 lahan sebesar 70 %, dan seterusnya untuk pembelian lebih dari 10 lahan makam mendapat diskon sama, sebesar 70 %. Misalkan si pembeli berhasil mengajak rekan-rekan lainnya, sehingga mereka sekaligus membeli sebanyak 10 lahan makam, maka harga net yang ditawarkan menjadi Rp18.505.300 - (Rp18.505.300 X 70 %) = Rp 5.551.590. Bayangkan, dari harga awal yang ditawarkan sebesar Rp33,646 juta, setelah mendapat diskon ganda, akhirnya harga neto yang dibayar pembeli hanya Rp5.551.590 per lahan makam. Ada pertanyaan lain yang mengganjal, yakni bagaimana mungkin SDH mampu untuk tidak mengenakan biaya pemeliharaan, untuk selama-lamanya, kepada para pemilik lahan makam? "Caranya, dari setiap pendapatan atas penjualan lahan makam, kami sisihkan sebanyak 20 persen ke lembaga 'trust fund' (dana perwalian). Hasil keuntungan yang diperoleh dari 'trust fund' itu cukup untuk membiayai pemeliharaan lahan makam," kata Suziany. (*)

Oleh Oleh Yuri Alfrin Aladdin
COPYRIGHT © ANTARA 2007