Pekanbaru, 19/2 (ANTARA News) - Gubernur Riau, Wan Thamrin Hasyim menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) berlaku di Provinsi Riau selama delapan bulan mulai 19 Februari hingga 31 Oktober 2019. 

Keputusan itu didasari sejumlah pertimbangan, salah satunya untuk menjaga agar pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, khususnya Pemilu Presiden (Pilpres), tidak terganggu oleh asap Karhutla. 

"Ini memang perlu kita perbuat agar lebih optimal, cepat mencegah daripada kesulitan memadamkan kebakaran," kata Gubernur Riau di Pekanbaru, Rabu. 

Keputusan itu disampaikan Wan Thamrin Hasyim pada rapat di kantor Gubernur Riau yang turut dihadiri instansi terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Restorasi Gambut, Manggala Agni, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), TNI, Polri dan Kejaksaan Tinggi Riau. 

Penetapan status siaga darurat mempertimbangkan masukan dari BMKG bahwa Riau akan mengalami kemarau sekitar 5-6 bulan, dan kini Karhutla sudah terjadi di daerah pesisir yang luas kebakaran lebih dari 841 hektare (ha). 

Penetapan status tersebut dinilainya akan meringankan upaya pencegahan dari pemerintah daerah, karena akan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Secara simultan kita bersatu. Pemerintah pusat juga campur tangan. Kalau sendiri kita kewalahan," katanya. 

Kepala BPBD Riau, Edwar Sanger mengatakan penetapan status siaga darurat Karhutla selama delapan bulan juga mempertimbangkan kondisi tahun politik pada tahun ini.

Karena biasanya, status siaga darurat diberlakukan selama tiga bulan dan diperpanjang apabila dibutuhkan.

"Memang harus penetapan sampai Oktober karena nanti ada Pilpres, ada Pileg (Pemilu Legislatif), tahun politik ini," ujar dia.

Dengan begitu, ia mengatakan Satuan Tugas Karhutla Riau akan lebih fokus bekerja selama delapan bulan.

Sementara itu, Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pekanbaru, Marzuki, menjelaskan pemerintah daerah memang harus mewaspadai potensi Karhutla di Riau. Kondisi cuaca pada kemarau memang relatif normal karena pengaruh El Nino tahun ini lemah. 

Namun, di daerah pesisir Riau relatif lebih kering dan curah hujan sedikit. Pada Februari hingga Juli, lanjutnya, curah hujan diprakirakan akan semakin berkurang, hanya bersifat lokal dengan intensitas hujan ringan ke sedang. 

"Berdasarkan prakiraan kita, pada Juni kita masuk musim kemarau dan berlangsung sampai Oktober," kata Marzuki. 

Berdasarkan data BPBD Riau, sejak awal Januari hingga pertengahan Februari ini luas kebakaran hutan dan lahan di Riau mencapai 841,71 ha. 

Lahan yang terbakar paling luas terjadi di Kabupaten Bengkalis, yaitu 625 hektare ha. Kemudian di Kabupaten Rokan Hilir seluas 117 ha, Dumai 43,5 ha, Meranti 20,2 ha, Pekanbaru 16 ha, serta Kampar 14 ha.

Citra Satelit Terra-Aqua juga menunjukan jumlah titik panas di kawasan gambut Provinsi Riau pada periode 11-17 Februari meningkat menjadi 231 titik, yang dari 48 titik di periode 4-10 Februari. Titik panas terkonsentrasi di daerah pesisir Riau seperti di Kabupaten Bengkalis, Dumai, Kepulauan Meranti dan Pelalawan.*


Baca juga: Kebakaran lahan di Riau diduga untuk perkebunan sawit

Baca juga: Padamkan kebakaran hutan Riau, KLHK kerahkan manggala agni


 

Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2019