Yogyakarta (ANTARA News) - Partai politik (parpol) hingga saat ini cenderung masih bergaya oligarki dan elitis, bahkan beberapa di antaranya kental dengan kultur feodal. "Kondisi itu dapat dilihat dari keputusan strategis parpol yang biasanya bergantung pada selera elit dengan mengabaikan kehendak arus bawah," kata pengamat sosial politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito di Yogyakarta, Rabu. Di sejumlah kasus, katanya pada diskusi Implementasi RUU Pemilihan Anggota Legislatif Terhadap Politik Lokal, proses pengambilan keputusan internal parpol dan kemauan pimpinan selalu menjadi penentu kendati bertentangan dengan aspirasi konstituennya. "Misalnya, peristiwa pemilihan kepala daerah di era otonomi daerah yang diwarnai sengketa antara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD)," katanya. Menurut dia, keputusan pengurus pusat seringkali mengundang resistensi pengurus daerah, karena biasanya DPD dipaksa "mengamankan" keputusan DPP meskipun tidak sesuai dengan keadaan di daerah. "Peristiwa itu sebagai bukti bahwa komunikasi politik dalam tubuh parpol masih berjalan satu arah dan berpola `top down`," katanya. Dalam konteks itu, menurut dia, sudah saatnya parpol segera membenahi diri agar keluar dari kerangkeng oligarki dan elitisme. Parpol semestinya tidak sekedar mempertebal ambisi memperluas kewenangan semata, yang kadangkala justru memerosotkan citra parpol di mata publik. Parpol dituntut untuk segera merumuskan ulang ideologi, visi-misi, dan program dengan spirit populisme. Setidaknya memperbaiki manajemen dan mekanisme kelembagaan dengan landasan prinsip demokrasi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007