Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dua hal terhadap lima saksi terkait kasus korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013-2015.

Pertama, informasi terkait proses pengadaan dari proyek peningkatan jalan itu.

"Karena proses pengadaan peningkatan jalan di Bengkalis ini, kami duga ada kerugian keuangan negara yang cukup signifikan sehingga tentu saja perlu didalami prosesnya untuk melihat lebih jauh dugaan perbuatan melawan hukum di sana," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Kedua, kata Febri, lembaganya mendalami kepada para saksi soal aspek harga wajar dari proyek peningkatan jalan tersebut. 

"Jadi, informasi yang diketahui saksi terkait kebutuhan memfinalisasi kerugian keuangan negara dan perhitungan harga wajar itu juga didalami tadi dari pemeriksaan saksi," ucap Febri.

Lima saksi yang diperiksa itu, yakni Bupati Bengkalis Amril Mukminin, pemilik PT Everest International Romi Robindi Lie, operasional lapangan PT Mawatindo Road Construction Johan serta dua orang dari unsur swasta masing-masing Thjin Franky Tanujaya dan Doso Prihandoko.

Kelimanya diperiksa untuk tersangka Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction Hobby Siregar (HOS). 

Selain Hobby, KPK juga telah menetapkan satu tersangka lainnya, yakni Sekretaris Daerah Kota Dumai Provinsi Riau M Nasir (MNS).

KPK telah menetapkan dua tersangka itu pada 11 Agustus 2017.

M Nasir yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bengkalis 2013-2015 dan Hobby Siregar diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negata atau perekonomian negara dalam proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Riau Tahun Anggaran 2013-2015.

Keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2019