Jakarta (ANTARA News) - Empat terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter jenis MI-17 divonis beragam mulai dari empat tahun penjara hingga tujuh tahun penjara. Dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada tiga terdakwa, yaitu Mantan Direktur Pelaksanaan anggaran Dirjen Perencanaan Sistem Pertahanan Departemen Pertanahan, Brigjen (purn) Prihandono, Mantan Kepala Pusat Keuangan Dephan Tardjani, dan Mantan Kepala Kantor Perbendaharaan Kas Negara (KPKN) IV, Mardjono. Sedangkan, satu terdakwa lain, rekanan pengadaan Andy Kosasih, yang berperan sebagai perwakilan Swift Air dan Industrial Supply di Jakarta, divonis tujuh tahun penjara. Selain hukuman pidana, majelis hakim koneksitas yang diketuai Agung Rahardjo menjatuhkan hukuman denda Rp400 juta subsider tiga bulan penjara kepada keempat terdakwa. Majelis hanya menjatuhkan hukuman membayar uang ganti kerugian negara kepada Andy Kosasih sebesar Rp29,11 miliar subsider empat tahun penjara. "Dalam pemeriksaan, tidak terbukti bahwa terdakwa satu, dua dan tiga turut menikmati uang, sehingga beban membayar kerugian negara sebesar yang diterima hanya kepada terdakwa empat," kata Agung. Majelis menilai keempat terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti yang tercantum dalam dakwaan primer, pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan terdakwa satu, Prihandono, membuat surat rekomendasi kepada Kapuskeu Dephan pada 30 Desember 2002 tentang persetujuan penerbitan SPP untuk pembayaran uang muka senilai 3,24 juta dolar AS tanpa dilampirkan bank garansi dinilai oleh majelis hakim sebagai perbuatan melawan hukum. "Seharusnya terdakwa meneliti dulu tentang ada atau tidaknya bank garansi sebelum mengeluarkan surat tersebut," kata Agung. Dalam suratnya, Prihandono menyatakan, SPP itu dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan efektifnya kontrak. Karena adanya surat Prihandono itu, terdakwa dua Tardjani selaku Kapuskeu Dephan kemudian menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran Pembangunan (SPPP) kepada Kepala KPKN Jakarta VI. Terdakwa III, Mardjono selaku Kepala KPKN Jakarta VI kemudian menerbitkan surat perintah membayar senilai 3,24 juta dolar AS dari rekening bendaharawan umum negara kepada rekening milik Swifth Air. Seperti perbuatan terdakwa satu yang dinilai melawan hukum, majelis hakim juga menyatakan terdakwa dua dan tiga telah melawan hukum sesuai perannya masing-masing. Ketiganya dinyatakan bekerjasama sehingga pembayaran uang muka pembelian empat helikopter jenis MI-17 dari Rusia dapat dilakukan tanpa adanya bank garansi. Padahal, Keppres No 80 Tahun 2000 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mengatur bahwa pembayaran uang muka kepada rekanan dilakukan setelah adanya bank garansi dari rekanan. Meski terdakwa empat, Andy Kosasih mengklaim uang muka sebesar Rp29,11 miliar atau setara 3,24 juta dolar AS yang masuk ke rekeningnya telah ditransfer ke pihak Rosoboron Rusia dan juga untuk pelatihan personil tentara Indonesia ke Rusia, majelis hakim tetap mewajibkan Andy mengganti uang tersebut. Menurut majelis, pelatihan personil TNI AD itu termasuk dalam paket kontrak sehingga pemerintah seharusnya tidak lagi mengeluarkan biaya. Atas putusan tersebut, keempat terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung mengajukan banding. Vonis majelis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU yang meminta majelis menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara kepada terdakwa satu, dua dan tiga, serta hukuman 12 tahun penjara kepada terdakwa empat. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007