Brisbane (ANTARA News) - Perdana Menteri John Howard dan pemimpin oposisi Kevin Rudd menandai awal kampanye resmi mereka menjelang penyelenggaraan Pemilu Feberal 2007 pada 24 November mendatang dengan sama-sama menyoroti dampak perubahan kepemimpinan nasional bagi masa depan Australia. Howard akhirnya mengumumkan tanggal resmi penyelenggaraan Pemilu itu pada hari Minggu (14/10) setelah rakyatnya berada dalam masa penungguan selama berbulan-bulan. Perihal pengumuman tanggal, implikasi politik dan prospek bagi kedua kubu, serta kampanye perdana kedua calon perdana menteri untuk memenangi Pemilu menjadi liputan utama media cetak dan elektronika negara itu pada edisi Senin. Hasil survei terbaru Suratkabar "The Australian" yang dipublikasi Senin semakin mempertegas keunggulan Kevin Rudd dan Partai Buruh Australia (ALP) atas Howard dan Koalisi Partai Liberal-Nasional yang berkuasa. Dalam hasil survei terbaru "The Australian" itu, ALP unggul 12 poin dari kubu koalisi namun jajak pendapat Galaxy untuk Suratkabar "Courier Mail" Brisbane menunjukkan kubu ALP masih harus berjuang keras meraih kursi-kursi kunci di Negara Bagian Queensland. Keunggulan kubu Rudd seperti ditunjukkan survei terbaru "The Australian" itu merupakan perulangan dari berbagai sukses Rudd dan ALP dalam berbagai survei dalam dua pekan terakhir. Namun, untuk bisa mengakhiri pemerintahan Howard yang telah berkuasa selama 11 setengah tahun itu, Kevin kubu ALP harus mampu menambah sedikitnya 17 kursi dalam Pemilu 24 November tersebut. Kubu Howard yang merasa berhasil dalam membangun perekonomian Australia mengusung wacana tersebut sebagai isu sentral kampanyenya. Seperti dilaporkan Harian "Sydney Morning Herald" (SMH), Howard mengingatkan para pemilih untuk tidak mengambil risiko demi perubahan dengan menjanjikan sebuah "kepemimpinan yang tepat". Sebaliknya Kevin Rudd justru mengingatkan para pemilih akan ancaman status-quo karena "tidak adanya perubahan pemerintahan merupakan risiko yang lebih besar" dengan menyebut pentingnya sebuah "kepemimpinan baru". Bagaimana analis Pemilu negara itu melihat pertarungan Howard dan Rudd? Antony Green, analis Pemilu kawakan Australian Broadcasting Corporation (ABC), misalnya, melihat situasi pertarungan kedua politisi ini sangat berbeda dengan saat Howard dengan mudah "menaklukkan" Mark Latham pada Pemilu 2004. Ketika kemenangan kubu Howard dalam Pemilu 2004 yang menghantarkan Koalisi Partai Liberal-Nasional menguasai mayoritas kursi di parlemen itu resmi diumumkan, Howard pernah sesumbar bahwa pemerintahannya tetap akan bertahan selama dua periode lagi. Kondisi itu kini sudah berubah karena popularitas Howard ternyata terus merosot di mata para calon pemilih sejak 2004, terutama setelah estafet kepemimpinan ALP beralih dari Kim Beazley ke Kevin Rudd pada Desember 2006. Tetap unggul Berbeda dengan popularitas Beazley yang masih kalah dibanding Howard, citra Kevin Rudd justru terus membaik dan popularitasnya tetap di atas Howard. "Peringkat persetujuan (publik) terhadap Kevin Rudd sebagai Pemimpin Oposisi terus berada di atas enam puluh persen selama berbulan-bulan, sebuah pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Green. Selain itu, Rudd juga terus mengungguli Howard dalam berbagai survei sebagai sosok perdana menteri yang "lebih disukai" calon pemilih, katanya. Terkait dengan pola persepsi calon pemilih yang cenderung berubah ke arah yang lebih positif terhadap kubu koalisi (pemerintah) setelah Pemerintah Federal mengumumkan anggaran negara pada bulan Mei seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman Pemilu 2001 dan 2004, Green justru melihat kondisi sekarang ini "berbeda". "Sekarang (2007), polanya berbeda. Kubu Buruh tetap di depan dan tidak ada (hasil) jajak pendapat yang berubah setelah pemerintah (Howard) mengumumkan anggaran negara Mei lalu." Keunggulan ALP dalam berbagai jajak pendapat itu seakan memutar jarum sejarah ketika kubu koalisi unggul telak atas ALP pada 1995/1996. Bagi Kevin Rudd, tingkat popularitasnya sebagai pemimpin oposisi kini jauh melebihi tingkat popularitas Howard atas Paul Keating (saat menjadi PM) sepanjang 1995/1996, katanya. Hanya saja kalkulasi politik yang tergambar dalam hasil berbagai itu tidak serta merta 100 persen mencerminkan keinginan dominan para pemilih di bilik suara. Pasalnya, dalam lintas sejarah perjalanan ALP dalam beberapa Pemilu Federal, partai yang kini dipimpin Kevin Rudd itu tidak selalu bernasib "mujur" di wilayah pemilihan Queensland dan Australia Selatan. Sebagaimana dicatat Green, kinerja mesin politik ALP terus-menerus buruk di dua negara bagian itu sejak 1996, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali bagaimana ALP di bawah Rudd harus berjuang penuh memperbaiki kinerjanya untuk bisa menang dalam Pemilu. Isu lokal terbesar di Queensland tahun ini, kata Green, adalah masalah penggabungan dewan. Di daerah-daerah tertentu di Queensland, seperti Redcliffe, Noosa, Douglas Shire dan beberapa wilayah pedesaan, masalah penggabungan dewan ini merupakan isu yang sangat panas. Pemerintahan Howard justru berminat mendanai referendum yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Australia (AEC) walaupun belakangan banyak dewan yang menerima penggabungan ini dan beberapa dewan yang terkena penggabungan berada di kantong-kantong kursi Partai Liberal dan Nasional, kata Green. Bagaimana akhir dari drama Pemilu Federal ini masih akan ditentukan oleh para pemilih pada 24 November nanti. Akankah mayoritas rakyat Australia masih tetap "nyaman" dengan pemerintahan Howard yang mengklaim berhasil membangun perekonomian walaupun menjelang penyelenggaraan Pemilu justru gagal mempertahankan suku bunga rendah yang dijanjikannya? Atau sebaliknya, mayoritas rakyat negara benua berpenduduk 20,2 juta jiwa ini mengingingkan perubahan rezim? Jika yang terakhir ini merupakan pilihan mereka nantinya, itulah saat di mana era kekuasaan Howard berakhir setelah menjadi orang nomor satu di Australia sejak 11 Maret 1996. Namun, seperti yang pernah dikatakan seorang diplomat senior Indonesia di Canberra, siapa pun yang kelak menjadi perdana menteri Australia, hubungannya dengan Indonesia diharapkan tetap langgeng. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007