Batam (ANTARA News) - Pengusaha Batam keberatan jika peraturan kerja kontrak dihapuskan saat pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan dan Karimun (FTZ BBK) seperti yang diusulkan Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah. "Kerja kontrak itu tetap dibutuhkan untuk menilai profesionalitas dan kredibilitas pekerja," kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Nada Faza Soraya ketika menghubungi ANTARA News di Batam, Selasa. Ia mengatakan, pengusaha tidak bisa bertaruh langsung mengangkat pekerja sebagai karyawan tetap tanpa menguji kemampuan. Namun, menurut Nada, Batam perlu menerapkan UU Tenaga Kerja yang membatasi masa kontrak dua kali enam bulan, setelah itu diangkat atau diberhentikan. Selama ini, di Batam pekerja tidak mendapat kepastian karena waktu kontrak minimal tiga bulan dan dapat diperpanjang beberapa kali menggunakan penyalur tenaga kerja. Senada dengan Nada, Ketua Kadin Provinsi Kepualauan Riau (Kepri) Johanes Kennedy mengatakan permasalahan utama ketenagakerjaan di Batam bukan kerja kontrak, melainkan tingginya harga kebutuhan pokok. "Kalau harga kebutuhan bisa ditekan, tenaga kerja bisa lebih sejahtera, tidak ada lagi mogok kerja, demo dan lainnya," kata pemilik Kawasan Industri Panbil. Menurut John, syarat sebuah kota industri adalah harga kebutuhan yang murah untuk mengurangi ongkos produksi pengusaha dan menekan biaya hidup pekerja. Sebelumnya, Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah melarang perusahaan memberlakukan sistem kontrak kerja kepada karyawannya berkaitan dengan pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan, dan Karimun (FTZ BBK). "Jangan sampai pelaksanaan FTZ BBK menjadikan karyawan objek untuk mendapatkan investor," katanya. Ia mengatakan, peraturan pelarangan tersebut bisa saja dimasukan ke dalam UU FTZ yang sedang digodok di DPR maupun dalam Peraturan Daerah (Perda) Kepri. Menurut Ismeth, FTZ tidak hanya menguntungkan pengusaha dengan berbagai pemberian insentif, tapi juga bagi daerah dan tenaga kerja. Sementara itu, Sekjen Serikat Pekerja Metal Indonesia Kepri Safril Domili mengatakan khawatir FTZ merugikan buruh. Menurut Syafril, kedatangan investor seharusnya mendatangkan kesejahteraan masyarakat, bukan memeras tenaga mereka. Ia mendesak pemerintah menghapuskan kerja kontrak yang merugikan buruh dan meminta perusahaan mengangkat karyawan tetap. "Sekolah bertahun-tahun, tapi hanya bisa bekerja dua tahun karena batasan umur dalam bekerja yang diikat dalam kontrak sangat melecehkan," katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007