Jakarta (ANTARA News) - Kesepakatan Departemen Keuangan dan Bank Indonesia untuk mengembangkan lembaga penjaminan bagi UKM melalui PT Askrindo dan PT Pengembangan Sarana Usaha serta juga rencana pemerintah memutihkan kredit bagi UKM tidak sederhana sehingga perlu dilakukan persiapan yang matang. "Langkah ini tentu perlu disambut dengan baik. Namun demikian perjalanannya tentu tidak sederhana. Ada beberapa catatan yang perlu diantisipasi demi keberhasilan program ini," kata pengamat ekonomi Sutrisno Iwantono, di Jakarta, Selasa. Iwantono yang juga Komisaris Independen di salah satu bank swasta tersebut mengatakan, "Kita tahu cabang atau kantor perwakilan PT Askrindo maupun Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU) sangat terbatas, hanya di kota-kota besar itu pun tidak semua kota besar terdapat kantor perwakilan." Sehingga praktek di lapangan akan sulit bagi mereka untuk memberikan pelayanan bagi UKM di akar rumput karena UKM tersebar di seluruh pelosok negeri, bahkan umumnya berada di daerah yang tidak mudah dijangkau. Namun pendirian kantor pelayanan di daerah tidak mudah, sebab biaya investasinya sangat besar, dan hampir pasti akan kesulitan mendapatkan SDM. "Disarankan mereka bekerja sama dengan lembaga pengembangan UKM yang sudah ada di daerah, tinggal berbagi fee dengan mereka. Sehingga biaya kantor, SDM dan lainnya bisa dihindarkan," katanya. Iwantono mengatakan, meskipun program itu sudah disuntik dana sekitar Rp1,4 triliun, dana itu tetap belum memadai kebutuhan usaha kecil. Jumlah usaha kecil sangat besar sekitar 44.693.759 unit atau 99,99 persen dari seluruh jumlah pengusaha di Indonesia. Hingga saat ini porsi kredit perbankan yang masuk ke usaha kecil sangat rendah dan secara prosentase cenderung turun. Seretnya aliran dana ke usaha kecil di antaranya memang karena masalah penjaminan. Karena itu suntikan dana ke lembaga penjaminan ini perlu ditingkatkan di antaranya misalnya menggunakan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang bersumber dari menyisihan keuntungan BUMN antara 1-3 persen. Selama ini dana ini dikelola sendiri oleh BUMN. "Kinerjanya kita tidak tahu. Hingga tahun 2005 akumulasi dana PKBL mencapai sekitar Rp3,9 triliun, rata-rata setiap tahun meningkat sekitar Rp 300 miliar," katanya. Jika dana ini bisa digunakan untuk meningkatkan pembiayaan penjaminan bagi UKM, dengan gearing ratio atau rasio percepatan 20, maka kredit perbankan yang dapat disalurkan ke UKM dan dijamin oleh lembaga penjamin tersebut mencapai Rp78 triliun (Rp3,9 triliun X 20). "Sudah selayaknyalah jika Menteri BUMN diajak bicara soal ini," katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007