Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan meski memiliki perbedaan politik dengan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP, Taufik Kiemas, tetapi tidak mengharuskan dirinya memutuskan tali silaturahmi. Hal itu diungkapkan Presiden Yudhoyono pada sambutannya saat menghadiri acara silaturahmi tokoh dan masyarakat Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), di Balai Sidang Jakarta, Minggu. Selain Taufik Kiemas, tampak pula tokoh masyarakat asal Sumbagsel, seperti Mensesneg Hatta Radjasa, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, serta gubernur Bengkulu, Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, dan Gubernur Bangka Belitung. Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhyonono tampak berbincang akrab duduk satu meja dengan Taufik Kiemas, dan tokoh Sumbagsel lainnya, yaitu Hatta Rajasa dan Jimly Asshiddiqie. Dalam sambutannya, Kepala Negara menjelaskan perlunya bagi semua komponen bangsa memperkuat silaturahmi, menjalin persatuan dan kesatuan agar sebagai bangsa nantinya mampu mengatasi persoalan yang ada. Seberat apa pun permasalahan yang dihadapi bangsa, diutarakan Presiden, kalau diatasi secara bersama-sama bisa dilakukan dengan baik. "Seperti saya dengan Pak Taufiq Kiemas, secara politis barangkali berbeda, atau ada pandangan-pandangan politik yang tidak sama. Tetapi itu harus kita pelihara dengan ikatan silaturahmi dengan beliau," katanya. "Sekali-sekali saya berkomunikasi dengan Pak Taufiq Kiemas, baik langsung maupun melalui pihak lain untuk saling menyapa, dan mengirim salam tanpa harus mempengaruhi pandangan dan posisi politik yang sama-sama kita anut," imbuh Kepala Negara. Sekali lagi, ujarnya, ada kalanya berkompetisi dan ada kalanya bekerja sama demi kepentingan rakyat. Pada pidatonya, Presiden juga mengimbau seluruh gubernur dan kepala daerah yang tergabung dalam lima provinsi itu, yaitu Belajasumba (Bengkulu, Lampung, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung) untuk terus mempererat tali silaturahmi dan komunikasi dengan masyarakat. "Saya banyak belajar budaya dan segala sesuatu tentang Sumbagsel, terutama ketika bertugas (sebagai Pangdam Sriwijaya --red), sekitar 10 tahun di wilayah ini. Karena itu, saya tahu persis potensi yang ada di wilayah ini," kata Presiden. Sementara itu, Taufiq Kiemas dalam sambutannya yang lebih singkat mengakui hubungan silaturahmi dengan Presiden terus berlangsung. "Beliau (Presiden--red) memanggil saya abang, dan saya memanggil SBY, mas," ujar suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini. Ia juga mengatakan untuk merekatkan silaturahmi tersebut, "Saya (sebenarnya, red) tidak berani mengucapkan "Merdeka" di sini, tetapi saya mengucapkannya". Pada pidatonya tersebut, Taufiq lebih banyak menanggapi sambutan Hatta Rajasa yang memaparkan potensi dari sumber daya alam yang dimiliki Sumbagsel. "Ujung tombak pembangunan Sumbagsel ada di tangan Hatta Rajasa, sebab Hatta secara ketatanegaraan dekat dengan Presiden, dan sekarang pun duduknya juga dekat dengan Presiden," kata Taufiq -- yang disambut tepuk tangan para tamu, -- sembari menunjuk posisi duduk Hatta yang berada satu satu meja dengan Kepala Negara. "Jadi, apa yang diungkapkan untuk membangun Sumbagsel harus terjawab oleh Pak Hatta sendiri, bersama gubernur dan lain-lain," kata Taufiq. Pada acara silatuhrami yang diawali rasa kepedulian terhadap bencana gempa bumi Bengkulu beberapa waktu lalu itu, dihadiri sekitar seribu warga Sumbagsel di Jabodetabek. Hatta Rajasa mengungkapkan, para tokoh masyarakat Sumbagsel berupaya mengumpulkan dana, antara lain melalui "Golf Peduli Bengkulu", yang menghasilkan dana sekitar Rp1 miliar, yang disumbangkan kepada korban gempa, dan penyediaan perangkat sistem peringatan dini ("early warning system") di pantai-pantai di sekitar Bengkulu, serta sumbangan pembangunan fasilitas sekolah-sekolah. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2007