Juba, Sudan (ANTARA News) - Seorang tokoh utama pemberontak Darfur dan lima faksi lain yang lebih kecil takkan menghadiri pembicaraan perdamaian yang dijadwalkan dimulai akhir pekan ini di Libya, kata beberapa pemimpin Selasa, sehingga menimbulkan keraguan mengenai prospek bagi suatu penyelesaian. Ahmed Abdel Shafie mengatakan kepada wartawan dalam pertemuan pemberontak Darfur di ibukota Sudan selatan, Juba, bahwa penengah Uni Afrika dan PBB belum memenuhi tuntutan pemberontak bagi suatu penundaan guna memungkinkan mereka membentuk sikap bersatu dan menyepakati satu delegasi. "Saya benar-benar terkejut ketika orang-orang di sini berbicara mengenai persatuan dan PBB mulai membagikan undangan," katanya. "Ini ... masalah sabotase terhadap proses persatuan," katanya. Ditambahkannya, pembicaraan persatuan berjalan baik dengan makin banyaknya faksi yang bergabung tapi diperlukan waktu lebih banyak untuk menuntaskan perundingan. Tanpa kehadiran semua kelompok pemberontak pada pembicaraan yang direncanakan dimulai di Sirte, Sabtu, harapan bagi gencatan senjata kelihatannya tipis. Para penengah sebelumnya berharap sebanyak mungkin pemberontak akan menghadiri perundingan gencatan senjata menyeluruh di Darfur sebagai langkah awal menuju penyelesaian konflik tersebut. Sejak persetujuan perdamaian ditandatangani hanya oleh satu dari tiga faksi pemberontak yang berunding tahun lalu, pemberontak telah terpecah menjadi lebih dari selusin kelompok. Sebanyak 70 utusan pemberontak berada di Juba guna menghadiri pembicaraan yang dimaksudkan untuk menghasilkan satu delegasi persatuan. Sebagian peserta, yang berkumpul di bawah payung di taman kafetaria, mengenakan pakaian tradisional sementara yang lain mengenakan penutup kepala dan seragam dari kain drill. Esam Al-Hajj, tokoh lain pemberontak Gerakan Pembebasan Sudan (SLM) di Juba, mengatakan lima faksi lain dari SLM takkan menghadiri pembicaraan tersebut. "Enam faksi ... dan lima komandan lapangan ... telah sepakat untuk tidak ikut dalam perundingan saat ini," katanya. Selain penolakan dari pendiri SLM dan tokoh terkenal, Abdel Wahed Mohamed en-Nur, sebelumnya untuk menghadiri pembicaraan di Libya tersebut, itu akan berarti tak ada pemberontak yang mewakili suku terbesar di Darfur, Fur, yang akan berunding dengan Khartoum di Sirte. Beberapa ahli internasional memperkirakan 200.000 orang telah tewas dan 2,5 juta orang lagi telah meninggalkan rumah mereka dalam 4,5 tahun bentrokan, tapi Khartoum menyebutkan jumlah korban jiwa sebanyak 9.000. Abdel Shafie juga mengatakan para penengah Uni Afrika dan PBB telah mengambil keputusan penting tanpa berkonsultasi dengan pemberontak. Mereka keberatan dengan dipilihnya Libya, satu negara yang telah terlibat langsung dalam konflik tersebut, sebagai tempat pembicaraan. "Kami sebenarnya memiliki banyak keberatan mengenai penengahan tersebut," katanya. Mengenai Libya, ia mengatakan, "rakyat Darfur merasa ... bahwa kenetralan tak ada". Ia menyatakan setidaknya diperlukan waktu satu bulan sampai pemberontak siap menghadiri pembicaraan perdamaian. Al-Hajj mengatakan satu kekhawatiran lain ialah keluarnya bekas pemberontak Sudan selatan, Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM), bulan ini dari pemerintah koalisi nasional. "Pemerintah saat ini bukan pemerintah yang sah," katanya. SPLM memiliki saham 28 persen di pemerintah, tapi membekukan menterinya, dan menyatakan Partai Kongres Nasional --yang dominan--"menghentikan persetujuan perdamaian utara-selatan 2005. Pertikaian tersebut mengancam akan menggelincirkan persetujuan perdamaian itu dan juga dapat menghambat pembicaraan mengenai Darfur di Libya, demikian laporan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007