Jakarta (ANTARA News) - Tim Eksternal Monitoring Pelaksanaan Inpres Nomor 6 tahun 2007 menilai bahwa dampak pelaksanaan dari Inpres itu mendorong adanya perbaikan prosedur bisnis di tanah air namun praktek suap masih berjalan. "Dari segi macam-macam sih menunjukkan adanya perbaikan, dari segi prosedur, yang tadinya panjang jadi pendek, tapi yang belum kelihatan hilang itu penyakit `sogak-sogok` (suap). Ini masih jalan terus," kata Ketua Tim Eksternal Monitoring Pelaksanaan Inpres 6 tahun 2007, Faisal Basri di sela Pameran Syariah Indonesia (ISE) II di Jakarta, Rabu. Menurut dia, kalau hanya melihat dari berbagai rencana tindak yang ada di Inpres itu, sebagian besar atau sekitar 90 persen sudah terlaksana sesuai jadual yang ditetapkan. "Sebagian besar on schedule (sesuai jadual), 90 persen terlaksana, hampir semua langkah dari bulan ke bulan tercapai. Tapi dari sisi kualitasnya atau dampaknya bagaimana ke dunia usaha belum bisa kita tahu," kata pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu. Menurut Faisal, hakekat dari Inpres tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebenarnya bukan pada pelaksanaannya saja tetapi yang terpenting adalah dampaknya ke dunia usaha. "Kita tidak bisa mengukur seberapa jauh efeknya. Kita tidak mampu memonitor, karena tidak ada dananya," kata Faisal Basri. Selain masalah dana, juga terdapat time lag atau perbedaan waktu antara pelaksanaan berbagai rencana tindak dalam Inpres itu dengan respon yang diberikan dunia usaha. Perbedaan waktu itu bisa mencapai bulanan, bahkan tahunan. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran serta kemiskinan. Inpres yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 8 Juni 2007 itu menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan 19 menteri lainnya, 3 kepala lembaga pemerintah non departemen (LPND), serta semua gubernur, bupati, dan wali kota untuk melaksanakan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM. Terdapat 141 tindakan dalam paket kebijakan percepatan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Dari jumlah itu, 60 tindakan harus dilaksanakan oleh Departemen Keuangan. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007