Jakarta (ANTARA News) - Departemen Agama (Depag) segera membentuk sebuah tim kecil untuk meneliti lebih lanjut keberadaan aliran al Qiyadah al Islamiyah yang telah dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Prof Dr Nasaruddin Umar, di Jakarta, Kamis. "Pemerintah tidak boleh gegabah. Karena itu perlu dibuat tim kecil untuk meneliti aliran tersebut. Kita perlu tahu seperti apa wujudnya," kata Nasaruddin menanggapi permintaan MUI agar pemerintah menindak tegas penganut aliran tersebut. Tim kecil Depag itu akan berupaya mendalami keberadaan aliran al Qiyadah al Islamiyah, dengan melihat langsung kegiatan mereka yang sesungguhnya. Tim ini untuk melengkapi informasi agar lebih valid. "Kita ingin menggali informasi sebanyak mungkin," ujar Dirjen Bimas Islam itu. Menurut Nasaruddin, meskipun tim itu baru dibentuk, pihaknya telah memiliki data awal tentang aliran tersebut seperti dari buku-buku, kliping koran, keputusan fatwa MUI. "Tentang aliran itu memang betul kami sudah tahu, tapi kami tidak ingin tahu dari orang luar. Jadi ingin obyektif," ucapnya lalu menambahkan bahwa tim kecil itu akan bekerja selama tiga hari dan akan selesai pada Senin (29/10). Selanjutnya tim memberi laporan kepada Menteri Agama M. Maftuh Basyuni. Setelah itu, hasil dari penelitian tim akan menjadi acuan bagi Depag dalam membuat rekomendasi tentang aliran al Qiyadah al Islamiyah yang akan diteruskan ke Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Dirjen Nasaruddin juga mengatakan, dalam mengatasi masalah aliran sesat, kewenangan Depag sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Karena itu pihaknya berupaya memberi bimbingan kepada umat beragama khususnya umat Islam. Karena tidak mustahil ada kelompok yang dianggap sesat ternyata masalahnya ada pada interpretasi. Ditambahkan, selain melakukan bimbingan, tugas Direktorat Bimas Islam juga untuk memproteksi agar tidak muncul aliran-aliran sesat yang baru. "Kita juga mengimbau semua pihak kalau ada fenomena yang melawan undang-undang agar pro aktif. Sebab kalau terlambat dampaknya lebih banyak lagi," katanya mengingatkan. Tentang kalimat syahadat al Qiyadah al Islamiyah, yang tidak menyebut Nabi Muhammad SAW, Nasaruddin yang juga Rektor Perguruan Tinggi Ilmu al Quran menyatakan, kalau memang kalimat syahadat itu diganti sudah pasti sebuah masalah, karena jelas penyimpangan akidah. "Kita berpatokan pada fatwa MUI," ia menjelaskan.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007