Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo meyakini perekonomian akan tumbuh terakselerasi dibanding pertumbuhan 2018 karena reformasi struktural terus berjalan dan tekanan eksternal mereda akibat melunaknya kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed).

"Saya optimistis kinerja ekonomi akan lebih baik, pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, bahkan lebih cepat meningkat berkat reformasi struktural," kata Perry saat meluncurkan Buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2018 di Jakarta, Rabu.

Bank Indonesia masih memasang rentang proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di kisaran 5,0-5,4 persen (yoy). Sementara tahun lalu pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5,17 persen.

Perry mengatakan reformasi struktural yang telah dilakukan selama empat tahun terakhir akan membuahkan hasil bagi aliran investasi dan konsumsi domestik pada tahun ini.

Pada 2019 di mana tekanan ekonomi global tidak sekencang 2018, Perry menekankan reformasi struktural ekonomi domestik harus dilanjutkan.

Reformasi struktural itu ditekankan pada empat aspek yakni peningkatan daya saing perekonomian nasional. Kemudian reformasi kedua yakni strategi untuk mengembangkan kapasitas dan kapabilitas sektor industri atau industrialisasi agar dapat mendongkrak ekspor. Strategi ketiga yakni mengoptimalkan pemanfaatan ekonomi digital termasuk sistem pembayaran.

"Reformasi keempat adalah strategi untuk memperluas sumber pembiayaan ekonomi karena kebutuhan pembangunan Indonesia yang masif dan besar," ujar dia.

Indonesia, kata dia, juga meyakini aliran modal asing dari pasar keuangan global akan semakin deras masuk ke pasar keuangan domestik.

Salah satu penyebabnya, arah kebijakan The Fed  yang kian moderat dengan proyeksi kenaikan suku bunga acuan hanya satu kali dalam dua tahun ke depan. Artinya tekanan dari kenaikan suku bunga negara-negara maju sudah tidak dirasakan lagi seperti pada 2018.

Pada 2019 Perry menekankan Bank Indonesia akan terus menempuh bauran kebijakan guna memperkuat stabilitas eksternal dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Jargon kebijakan suku bunga yang antisipatif, kata dia, tetap dipertahankan BI. "Kami tetap menempuh kebijakan moneter yang preemptive dan ahead of the curve," ujarnya.

Namun kebijakan makroprudensial dijanjikan lebih akomodatif dengan stimulus untuk memperdalam pasar keuangan guna menjaga stabilitas di pasar uang dan mendukung pembiayaan ekonomi.

"Kami juga melanjutkan peran kebijakan sistem pembayaran dan mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah hingga di tingkat daerah," kata Perry.

Baca juga: Analis: IHSG menguat seiring redanya kekhawatiran resesi ekonomi AS

Baca juga: Beige Book: Aktivitas bisnis di China pulih berkat "guyuran kredit"

Baca juga: Pedagang terkemuka dunia perkirakan harga minyak bertahan 60-an dolar


 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2019