Jambi (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia perlu negoisasi dengan negara lain untuk mengurangi emisi di bidang kehutanan pada Konvensi Internasional perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) di Bali, Desember 2007. Sebab Indonesia dalam konvensi tersebut akan membahas mekanisme insentif "Reducing Emission from Deforestation in Developing Countries" (REDD)) yaitu pengurangan emisi dari deforestasi negara berkembang, kata Manajer Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf di Jambi, Sabtu. "Pengurangan emisi itu akan diberikan kepada negara Non-Annex I yang menjaga hutannya," ujarnya. Ia menilai, Indonesia memiliki kesempatan baik membawa posisi yang kuat dalam mekanisme insentif REDD untuk mengukur laju kerusakan hutan. Karena itu, Indonesia perlu negosiasi dengan kelompok-kelompok negara lain untuk mendapatkan dukungan REDD. Jika langkah adaptasi dan pengurangan emisi sektor kehutanan dapat dipersiapakan dan diimplementasikan dengan serius maka Indonesia juga harus siap menghadapi kemungkinan yang terburuk dari perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan fenomena global, dan penyebabnya bersifal global, yakni kegiatan manusia di seluruh dunia. Dampaknya juga bersifat global yang dirasakan seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, solusinya harus bersifat global. Tetapi dalam bentuk aksi lokal tidak bisa menghindar dari persoalan itu. Salah-satu cara untuk menahan laju perubahan iklim, yakni melalui kegiatan mitigasi atau mengurangi emisi gas rumah kaca. Ini bisa dilakukan, antara lain dengan menggunakan bahan bakar dari sumber energi menggunakan sumber energi yang terbarukan, seperti tenaga matahari, angin, dan biomassa. Selain itu juga penting dilakukan untuk menghambat laju emisi karbon dengan mempertahankan hutan yang tersisa dan penghijauan hutan yang gundul, ungkap Rudi Syaf.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007