Surabaya (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla meminta agar pengembangan terminal peti kemas Tanjung Perak Surabaya selesai dalam dua tahun dengan alokasi anggaran seminimal mungkin. "Pengembangan terminal peti kemas Tanjung Perak tidak sampai memerlukan waktu hingga sepuluh tahun, tetapi cukup dua tahun dengan anggaran sekitar 500 miliar, tidak sampai triliunan," kata Wapres saat meninjau Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Perak Surabaya, Minggu. Wapres menambahkan, pengembangan pelabuhan peti kemas semua pelabuhan besar seperti Tanjung Priok (Jakarta), dan Tanjung Perak mutlak dilakukan mengingat tingkat pertumbuhan peti kemas cenderung meningkat yakni rata-rata mencapai 10-12 persen per tahun hingga mampu mendukung kegiatan ekspor impor secara maksimal. "Karena itu, gudang-gudang yang hanya memiliki kapasitas muat sekitar 20 persen, hendaknya dibongkar saja dan dialihfungsikan sebagai terminal peti kemas," ujar Jusuf Kalla. Tetapi, lanjut dia, pengembangan terminal peti kemas tersebut tidak harus memakan waktu hingga sepuluh tahun dengan dana mencapai triliunan rupiah seperti hasil studi kelayakan yang diperhitungkan JICA. "Pengembangan pelabuhan besar nasional seperti memperlancar alur, memperlebar dan memperdalam jalur kapal, harus dilakukan mandiri mulai dari studi kelayakan termasuk dengan dana bank nasional. "Saya tidak ingin orang-orang asing memberi saran-saran soal negara kita," tegas Wapres serius. Jusuf Kalla menegaskan, pengembangan dan pengelolaan pelabuhan besar harus efektif dan efisien, jangan semata-mata berorientasi pada proyek yang menguntungkan satu pihak tertentu. Kapasitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak pada 2008 tercatat 300.000 TEU`s dan mulai 2009 di Pelabuhan Tanjung Perak tidak boleh ada lagi konjensi atau kemacetan barang karena itu perlu percepatan perluasan terminal. Dalam peninjauan ke Pelabuhan Tanjung Perak tersebut, Wapres didampingi Ketua Bappenas Paskah Suzetta, Gubernur Jatim Imam Utomo, Ketua Komisi V DPR, dan fungsionaris Golkar Burhanuddin Napitupulu.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007