Denpasar (ANTARA News) - Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu Pulau Serangan, Bali, setiap tahunnya mendatangkan ribuan telur penyu dari Pulau Jawa untuk ditetaskan dan tukik atau anak penyu yang dihasilkan dilepas ke perairan pantai. "Kami memperoleh kiriman telur penyu melalui kerjasama dengan BKSDA. Ini guna mendukung upaya konservasi mengingat keterbatasan temuan sarang telur penyu di Bali," kata I Made Sumetra, salah seorang petugas di Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu Pulau Serangan, Selasa. Ditemui ANTARA di tempat penangkaran penyu yang dipimpin Drs I Wayan Geria itu, disebutkan bahwa dengan mendatangkan telur penyu dari Jawa, bisa lebih banyak tukik yang dilepas, seperti yang sudah sering dilakukan di Pantai Kuta. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) banyak mengirim telur penyu yang diperoleh dari sarang di daerah Sukamade, kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Sedangkan dari Bali, seperti yang diperoleh dari kawasan Pantai Kuta, selama tahun 2007 baru sekitar 30 sarang dengan ribuan telur, karena setiap sarang terdapat antara 50-150 telur pada kedalaman 50-80 sentimeter di dalam pasir. Menurut Made Sumetra, masa penetasan di dalam pasir di lokasi penangkaran berlangsung antara 45-60 hari. Setelah menetas muncul sendiri ke permukaan pasir, dan tukik itu segera dilepas ke pantai secara bersamaan. Kegiatan pelepasan tukik di Kuta, yang biasanya melibatkan berbagai pihak, telah menjadi tontonan menarik bagi wisatawan mancanegara maupun domestik. Dalam upaya melestarikan penyu, yang di Indonesia terdapat enam jenis, dari 30 jenis yang pernah ada di dunia dan tujuh jenis yang masih bertahan hingga kini, diperlukan banyak telur penyu. Hal ini mengingat keberhasilan penetasan telur penyu biasanya mencapai 80 persen dan dari setiap seribu tukik, biasanya hanya satu ekor yang bisa bertahan sampai dewasa atau usia 20-50 tahun. Enam jenis yang ada di Indonesia yakni penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressa), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Untuk mengelola Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu itu, diantaranya mendapat bantuan dari WWF, Pemprop Bali, dan Pemkot Denpasar. Dengan adanya penangkaran penyu, masyarakat Bali yang membutuhkan penyu untuk upacara keagamaan tidak lagi mencari sendiri ke perairan pantai. Hal ini mengingat berdasarkan UU No 5 tahun 1990, penyu termasuk satwa yang dilindungi. "Kami akan memberikan satu penyu untuk setiap penyelenggaraan upacara keagamaan, namun dipersyaratkan mendapat rekomendasi dari PHDI dan BKSDA," kata Made Sumetra. Di dekat penangkaran penyu itu, juga terdapat kolam pemeliharaan 20 ekor penyu hijau dewasa berusia hingga 50 tahun, yang banyak dikunjungi turis untuk sekedar melihat-lihat.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007