Jakarta (ANTARA News) - Terkait rencana pemeriksaan kasus dugaan monopoli Badan Usaha Temasek, November 2007 oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU) akan dapat mengakibatkan Pemerintah RI digugat ke arbitrase internasional, kata Direktur Indonesia Development Monitoring (IDM), Dwi Mardianto, SH. Dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu, Dwi Mardianto menyatakan, saat ini di dunia bisnis internasional tengah membicarakan kasus Temasek di Indonesia. Dia menilai, dunia bisnis internasional akan menganggap "konyol" jika Temasek diadili dan dijatuhi hukuman bukan atas apa yang dilakukan oleh Temasek tetapi atas fakta yang telah ada sejak lama dan tidak dipersoalkan sebelumnya yaitu kepemilikan saham di Indosat dan Telkomsel. Fakta tersebut akan menjadi alat bagi Temasek untuk menempuh jalur hukum ke arbitrase internasional. Terlebih lagi divestasi Indosat juga dikuatkan dengan keputusan DPR pada waktu itu dan sejak tahun 1981 melalui Keppres No 34/1981, Indonesia adalah negara yang menyatakan keikutsertaannya dalam Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri (Convention on Recognation and Enforcement of Foreign Arbital Awards). "Dalam Sales and Purchase Agreement (SPA) Indosat secara jelas tertulis bahwa setiap sengketa yang timbul akan diselesaikan di Arbitrase Internasional United Nations Comission on International Law (UNCITRAL) di Hongkong," ujar Dwi. Dia mengingatkan, Jika STT kelak benar-benar mengajukan gugatan ke arbitrase internasional, maka jika pemerintah Indonesia dikalahkan, maka harus membayar klaim gugatan yang diajukan oleh STT yang nilai biasanya nilai guagatan sangat besar dan mencakup ganti kerugian riil dan potensial penggugat. Dwi Mardianto menegaskan, pada saat divestasi Indosat dilakukan (2002) dimana STT akhirnya membeli saham pemerintah sebesar 41,94 %, pada saat yang sama Singtel telah lebih dahulu memiliki saham di Telkomsel sebesar 35 %. Sementara itu UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah ada, begitu pula KPPU sudah berdiri sejak tahun 1999. Artinya jika kepemilikan saham Singtel (35 %) di Telkomsel dan kepemilikan saham STT (41,94%) di Indosat dikatakan monopoli dan hal tersebut dikatakan sebagai pelanggaran hukum maka keadaan tersebut (terjadinya monopoli yang melanggar hukum) sudah terjadi sejak saat terjadinya divestasi. Dwi Mardianto mengharapkan, saat ini sebaiknya KPPU tidak gegabah dalam mengeluarkan putusan kasus Temasek. Sebab apabila KPPU sampai salah membuat keputusan, maka kerugian materiil sangat besar akan diderita negara Indonesia. Menurut dia, langkah terbaik bagi KPPU adalah mengendapkan sementara kasus ini. KPPU tidak mungkin lagi membidik Temasek dengan pasal Cross Ownership (Pasal 27 huruf a dari UU No. 5/1999), yang paling mungkin KPPU bisa membidik Temasek dengan pasal lain. Itu berarti KPPU harus melakukan pemantauan sejak awal kembali. Pada kesempatan terpisah, Ketua KPPU M Iqbal mengatakan proses perkara Temasek masih berlangsung dan belum ada putusan. "Jadi hendaknya semua pihak menunggu hasil putusan Majelis Komisi pada pertengahan bulan November 2007," katanya. Ia juga mengatakan, yang berhak menilai putusan KPPU adalah pengadilan negeri dan Mahkamah Agung. "Itu pun kalau terlapor mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU ke pengadilan negeri," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007