Batam (ANTARA News) - Pengamat sosial politik Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Fachri Ali mengatakan pemerintah sulit memberantas aliran agama sesat yang marak beredar di Indonesia. "Pemerintah ada dalam posisi yang dilematis, karena tiap tindakan (pemberantasan) dikategorikan sebagai pelanggaran kepada kebebasan beragama dan itu juga berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya kepada Radio Singapura Internasional dikutip ANTARA News di Batam, Kamis. Ia menambahkan, pada saat yang sama realitas politik memperlihatkan pemerintah berada di tengah-tengah mayoritas umat Islam yang mempunyai pandangan baku terhadap Islam itu sendiri. Menurut Fachri pemerintah tegak pada konstitusi yang berbasis sosial sekuler, sehingga mengakomodasi gagasan-gagasan yang bersifat sekuler, terutama dalam konteks Hak Asasi Manusia. Inilah yang kemudian menimbulkan tindakan pemerintah itu kelihatan begitu ragu-ragu. Satu saat pemerintah khawatir teralienasi dari masyarakat, pada saat yang sama pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan dari tindakannya," kata Fachri. Mengenai legalitas Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa aliran sesat terhadap beberapa sekte, ia mengatakan organisasi keagamaan itu berhak menentukan. "MUI membuat fatwa sebagai patokan dari penilaian dia," katanya. Menurut Fachri, pegangan yang dibuat oleh MUI berdasarkan ke-Islaman yang secara umum berlaku selama berabad-abad lalu, kemudian mendapatkan keabsahan dari tradisi Nabi Muhammad SAW maupun di dalam Al Qur`an serta penafsiran dari Ulama-ulama yang diakui oleh umat Islam sedunia. Jadi itu merupakan koridor untuk mengatakan mana yang Islam dan mana yang bukan Islam, lanjutnya. Ia mengatakan dalam konteks Islam, jika terjadi deviasi persepsi agama, maka setiap tindakan menyimpang sudah dianggap bukan Islam.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007