Semarang (ANTARA News) - Mulai bulan Febuari 2008, pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota harus bebas dari pejabat publik, menyusul berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan keolahragaan. Kabid Hukum Olahraga Profesional Kantor Menegpora, Haryo Yuniarto usai seminar "Quovadis KONI Pasca-UU No 3 Tahun 2005 dan PP No 16 Tahun 2007" yang diselenggarakan Koni Kota Semarang, Kamis, mengatakan, ada tenggang satu tahun untuk melaksanakan PP tersebut karena PP itu dibuat bulan Febuari 2007. Apabila pada bulan Febuari 2008 itu, kata dia, ada pejabat publik yang menjadi pengurus induk olahraga tentunya bakal terkena sanksi seperti yang tercantum pada pasal 121, yaitu anggaran dari pemerintah akan `dikunci", artinya mereka tidak akan mendapat bantuan pemerintah baik dari APBD maupun APBN. Ketika ditanya apakah tanpa bantuan dana dari pemerintah organisasi olahraga akan jalan, dia mengatakan, kekhawatiran soal itu merupakan hal yang wajar tetapi pihaknya merasa yakin kalau dipegang orang swasta tentunya juga bisa berjalan. Dia mencontohkan, Ketua Konida I Sumatera Utara dipegang oleh swasta, yaitu salah seorang pimpinan bank swasta yang ada di wilayah tersebut, ternyata yang bersangkutan juga mampu melakukan lobi untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Soal bentuk bantuan dana pemerintah untuk Koni, menurut dia, seperti untuk try out, memunculkan cabang olahraga atau atlet yang ingin diangkat ke tingkat yang lebih tinggi atau yang lainnya. Ketua Umum Koni provinsi yang dipegang oleh pejabat publik, seperti Jawa Tengah yang dipegang Ketua DPRD I Jateng, Jawa Timur dan DKI Jakarta yang dipegang oleh gubernur, Jawa Barat yang dipegang oleh Ketua DPRD setempat, dan lain-lain. Ia menambahkan, awal pembahasan soal peraturan itu sebenarnya ada dua pasal yang sangat keras, yaitu pasal 40 yang menyebutkan pejabat publik dilarang merangkap jabatan di kepengurusan Koni, kemudian pasal 41 menyebutkan pejabat publik juga dilarang merangkap jabatan di kepengursan cabang olahraga. Tetapi, kata dia, induk organisasi olahraga di Tanah Air ini minta agar keduanya tidak disertakan, tetapi DPR tetap bersikeras agar kedua pasal itu dicantumkan. Akhirnya, kata dia, diambil langkah bijaksana, yaitu pasal 40 tetap dimasukkan sedangkan pasal 41 dihapus karena kalau pasal ini dicantumkan tentunya banyak cabang olahraga yang bakal kelimpungan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007