Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina meminta setiap pihak menghormati proses penyidikan kasus perundungan terhadap Ad di Pontianak, Kalimantan Barat, yang dikeroyok 12 siswi SMA.

"Agar semua menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan kepolisian sehingga tidak terjadi persepsi yang salah terkait pelaku maupun korban," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Putu yang merupakan komisioner KPAI bidang Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) itu, mengatakan baik korban maupun pelaku dapat menderita korban sekunder akibat tekanan publik karena viral.

Dia mengatakan proses hukum yang berjalan pada kasus dengan korban Ad akan diproses sesuai ketentuan perundangan yang berlaku dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pemerintah daerah melalui dinas terkait, kata dia, harus memastikan upaya rehabilitasi yang tuntas kepada korban, penyediaan pendampingan hukum, psikososial dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah agar anak korban dan pelaku tidak mendapat stigma dan perlakuan salah akibat viralnya berita tersebut.

"KPAD Kalbar agar dapat melakukan pengawasan terkait proses hukum dan rehabilitasi tersebut," katanya.

Putu mengatakan menilik akar masalah dari pengeroyokan itu adalah terkait dengan kemungkinan adanya agresi elektronik dari media sosial antara korban dan pelaku maka perlu dilakukan literasi media sosial.

Dia mencontohkan terdapat kegiatan tidak sehat di media daring seperti saling serang antara pengguna media sosial, baik dalam chat room, komentar dan lainnya, yang mengandung konten intimidasi, ancaman, dan perundungan.

Putu mengatakan kurangnya iterasi media daring yang cukup dapat bertranformasi dari kekerasan daring menjadi kekerasan luring.

"Sebaliknya, literasi yang baik mendorong persekusi dapat dihindari seperti melalui pengawasan dan edukasi serta komunikasi dari orang tua, pendidik/guru dan masyarakat kepada anak," kata dia.
 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: M. Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2019