Jayapura (ANTARA News) - Dua perusahaan penanam modal asing (PMA) yang mengeksploitasi tambang nikel Kepulauan Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat didesak mengangkat kaki dari Bumi Raja Ampat karena masuknya perusahan itu secara ilegal merampok sumberdaya alam nikel masyarakat. Apalagi perusahaan itu dalam aktivitasnya merusak kawasan hutan dan mencemari laut yang menyimpan biota laut bernilai ekonomis tinggi. Penegasan itu dikemukakan Pemilik Tanah Adat Kampung Kawei, Distrik Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Izak Arempelei kepada wartawan di Hotel Ermasita, Kota Jayapura, Selasa. Izak bersama tujuh tokoh masyarakat dan pemuda berada di Jayapura untuk menyampaikan kepada Pemprov Papua dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Mineral, Majelis Rakyat Papua dan berbagai komponen penting atas tindakan dua PMA yang mengeksploitasi tambang nikel di dusun halamannya. Eksploitasi itu ilegal dan merusak lingkungan di sekitarnya. Izak menyebutkan kedua PMA yang mencaplok harta kekayaan masyarakat dan pemerintah berupa tambang nikel di Kampung Kawei dan beberapa kampung di Kepulauan Waigeo yaitu PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dan PT Anugerah Surya Indotama (ASI). Kedua PMA itu memiliki perizinan prinsip yang tumpang tindih karena perizinan itu dikeluarkan Penjabat Bupati Kabupaten Raja Ampat, Marcus Wanma (kini Bupati-Red) tahun 2003-2005, namun perijinan itu tidak sah karena Penjabat Bupati menyalah-gunakawan wewenang sehingga perizinan prinsip eksploitasi tambang itu tidak sah. Malah perizinan yang dikeluarkan penjabat bupati itu menyalah-gunakan wewenang, sehingga kasus ini pernah diproses sidik oleh Direktorat Reskrim Polda Papua di Jayapura, 2006. Izak mengaku, kedua PMA yang mengeksploitasi tambang nikel berbentuk curah itu tidak pernah pamit kepada warga pemilik tanah adat dan tanah hak ulayat. "Kami kaget dua perusahaan itu bersukaria menambang nikel curah dan selanjutnya diekspor ke Australia dan Hongkong," akunya. Disebutkannya, temannya Yakop Wakaf, pemilik tanah di Kampung Manaram juga mengalami hal yang sama dimana kedua PMA itu masuk menambang tanpa kompromi dengan warga masyarakat pemilik hak ulayat dan hak adat di atas areal yang dikonsesi. "Masyarakat mendesak dua PMA itu angkat kaki dari areal penambangan nikel karena menggunakan cara merampok dan kalau tidak cepat mengambil langkah, maka masyarakat pemilik tanah akan mengambil tindakan tegas," tegas Izak. Izak yang didampingi Ketua Departemen Kesra DPD LSM Sekoci Indoratu Provinsi Papua Barat, Demianus Mambraku mengaku, aktivitas perusahaan juga merusak lingkungan hutan dan mencemari lautan Kepulauan Waigeo yang merupakan gugusan Kepulauan Raja Ampat yang menyimpan biota laut bernilai ekonomis tinggi terancam punah. Sebab, kedua perusahaan itu pernah mengeksploitasi tambang di Kalimantan Timur dan merusak seluruh ekosistem di daerah itu, maka seharusnya perilaku perusahaan tidak lagi terjadi di Kepulauan Waigeo. "Kedua PMA itu harus angkat kaki dan tinggalkan Bumi Raja Ampat karena kehadirannya secara ilegal dan merusak habitat ekosistim yang semakin parah," tegas Izak dan Mambraku. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007