Palolo (ANTARA News) - Dua dari tujuh kepala keluarga pengikut Agama Baha`i di dataran tinggi Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), melepas keyakinannya dan kembali memeluk Agama Islam yang dianut sebelumnya. Mulahi (70) dan Muslimin (40) yang delapan tahun terakhir memeluk Agama Baha`i, menyatakan diri kembali ke keyakinan agama Islam setelah bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat dan pemuka agama di Kecamatan Palolo, Rabu. Dalam pertemuan di Madrasah Tsanawiyah Alkhaeraat Palolo tersebut, empat pengikut Baha`i lainnya, yakni Irmus (47), Hasanuddin (40), Buri (40) dan Yosi (37), berketetapan hati menganut agama Baha`i. Sementara Ayyudin, pengikut Agama Baha`i lainnya, berhalangan hadir dalam pertemuan tersebut. Belasan orang yang hadir dalam pertemuan itu kemudian berebutan merangkul Mulahi dan Muslimin, setelah keduanya menyatakan diri kembali ke agama Islam. Bahkan beberapa di antara mereka sempat terharu hingga menetaskan air mata. Dalam prosesi masuk Islam itu, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Palolo, Hayyun Nur, kemudian menuntun Mulahi dan Muslimin melafadzkan dua kalimat Syahadat "Asyhadu Anlaa Ilaha Illa Allah, wa Asyhadu Anna Muhammad Rasullah" sebagai syarat seseorang memeluk Agama Islam. Ayah dan anak yang berdomisili di Desa Banpres Kecamatan Palolo ini diislamkan di mesjid Muhajirin, belasan meter dari tempat pertemuan. Sebelum melepas keyakinan Islam, Mulahi adalah salah seorang penghulu dan Muslimin (anaknya) merupakan ketua remaja masjid di desanya. Muslimin kepada ANTARA News mengatakan, berpindahnya keyakinan mereka berawal dari kekecewaan terhadap salah seorang tokoh masyarakat Desa Banpres yang melarang melaksanakan ritual Barzanji di masjid. Tokoh tersebut sempat mengusir Muslimin dan kawan-kawan, sambil menginjak-injak penganan yang mereka sediakan. Yang membuat mereka sakit hati adalah sang tokoh ini mengeluarkan pernyataan bahwa Masjid Muhajirin di Desa Banpres hanya milik etnis tertentu. "Jadi pengikut Baha`i di Banpres melepas keyakinan Islam bukan karena ajarannya, tapi karena kekecewaan terhadap tokoh tersebut. Di saat kami kecewa, datanglah Anton Santoso yang memperkenal Agama Baha`i sampai kami akhirnya memeluk agama tersebut," katanya. Yosi, warga desa Banpres lainnya, juga memberikan pernyataan senada. Namun ia memilih tetap menganut keyakinan Baha`i karena ajarannya juga mengajarkan keesaan Tuhan dan nilai-nilai kebaikan yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Meski penyebaran Agama Baha`i di Dataran Palolo sudah berlangsung sembilan tahun, tapi tidak semua anggota keluarga dalam satu rumah tangga mereka meyakini agama yang memiliki nabi Baha`ullah tersebut. Hasanuddin misalnya, istrinya masih memeluk agama Islam, demikian halnya dengan putri Muslimin yang sekolah di Madrasah Tsanawiyah Alkhaeraat Palu. Hani Agustin, seorang tokoh Baha`i asal Kutai, Kalimantan Timur, yang khusus datang ke Palolo untuk meluruskan persepsi masyarakat soal Agama Baha`i. Ia mengatakan, Baha`i bukan bagian atau sekte dari agama yang sudah ada di Indonesia, melainkan agama independen yang juga meyakini keesaan Tuhan dan rasul Baha"ullah. "Jadi Baha`i bukan agama sesat," katanya menegaskan. Kapolsek Palolo, Ipda Wahab Pakaya, berjanji akan terus memonitor perkembangan penganut Agama Baha`i di wilayahnya guna mencegah terjadinya konflik antaranggota masyarakat, dengan jalan memberi pemahaman kepada penduduk setempat. "Saya juga sangat berharap keterlibatan tokoh masyarakat dan pemuka agama dalam membina ummat di wilayah ini," katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007