Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dan hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, MHum mengatakan, masalah kekurangan logistik surat suara hanya bisa diatasi melalui penundaan pemungutan dan penghitungan suara.

"Komisi Pemilihan Umum tidak bisa mengambil langkah lain karena yang dibutuhkan adalah surat suara. Langkah lain hanya mungkin menunda pemungutan suara dan penghitungan suara, asal sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Minggu.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kekurangan logistik surat suara untuk Pemilu serentak 2019 di NTT, dan langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini.

Hingga empat hari menjelang pemungutan suara, NTT masih mengalami kekurangan surat suara. Kekurangan surat suara ini terjadi di hampir seluruh kabupaten/kota di provinsi berbasis kepulauan itu.

Menurut Johanes Tuba Helan, jika KPU harus mengambil langkah penundaan pemungutan dan penghitungan suara, maka hanya dilakukan untuk daerah atau tempat pemungutan suara (TPS), yang surat suaranya belum tiba.

"Tetapi ya, harus ada payung hukum karena langkah apapun tidak boleh menyalahi perundang-undangan," kata Johanes Tuba Helan.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), secara terpisah meminta agar KPU harus memberikan jaminan atas ketersediaan logistik Pemilu di wilayah itu.

"KPU sebagai penyelenggara Pemilu, harus menjamin agar logistik tidak kurang pada hari "H" pemungutan suara 17 April 2019," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Jemris Fointuna.

Menurut dia, sesuai dengan PKPU, seluruh logistik harus tiba di tempat pemungutan suara (TPS), sehari sebelum pemungutan dan penghitungan suara sehingga waktu efektif saat ini tinggal tiga hari lagi.

Bawaslu berharap, dalam sisa waktu ini, KPU bisa memenuhi kekurangan logistik Pemilu. 
 

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Yuniardi Ferdinand
COPYRIGHT © ANTARA 2019