Kediri (ANTARA News) - Tiga hari setelah statusnya diturunkan dari Awas (Level IV) ke Siaga (Level III), telah terjadi dua kali letusan freatik di Gunung Kelud. Ketua Tim Tanggap Darurat Gunung Kelud, Umar Rosadi di Kediri, Jawa Timur mengatakan, letusan freatik tersebut terjadi dua kali, Minggu sore sekitar pukul 15.15 WIB. "Letusan freatik ini dipicu oleh tingginya curah hujan yang terjadi selama beberapa hari terakhir," kata pengamat gunung api dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung itu. Umar menjelaskan, letusan freatik itu disebabkan oleh masuknya air danau kawah ke dalam magma melalui rekahan kubah lava. Kemudian air danau kawah itu kontak langsung dengan magma yang bertemperatur sekitar 1.000 derajat celcius lebih. "Uap air danau kawah yang terdorong ke atas inilah yang disebut sebagai letusan freatik. Kami khawatir terjadinya pelepasan energi dapat mengangkat material vulkanis, apalagi saat ini curah hujan cukup tinggi," katanya. Menurut dia, secara visual, letusan freatik itu terlihat dari keluarnya asap putih dari permukaan kawah. Tinggi kepulan asap itu diperkirakan mencapai 2.500 meter mengarah ke utara dan barat daya. Selain itu letusan freatik juga terpantau melalui alat seismograf di Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Kelud, di Dusun Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Seismograf menunjukkan telah terjadi gempa tremor vulkanik dengan amplituda di atas 36 milimeter (over scale). Gempa berkekuatan tinggi ini juga pernah terjadi pada Sabtu (3/11) lalu untuk menandai kemunculan kubah lava setinggi 70 meter dengan garis tengah sekitar 150 meter di tengah danau kawah yang kemudian oleh PVMBG dinyatakan sebagai letusan effusif (perlahan-lahan). Namun demikian, Umar menyatakan, asap dari letusan freatik yang diperkirakan bakal terus terjadi itu tidak membahayakan karena tersibak oleh angin. Walau begitu, Kepala Sub Bidang Pengawasan Gunungapi PVMBG Bandung, Agus Budianto, tetap meminta para wartawan dan warga masyarakat untuk tidak mendekat ke danau kawah hingga radius tiga kilometer. Menurut dia, letusan freatik selama membubung di udara tidak membahayakan, namun tidak demikian di radius tiga kilometer karena dikhawatirkan masih terjadi konsentrasi gas CO2. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007