Jakarta (ANTARA News) - Tersangka penjualan dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina, Laksamana Sukardi akan menghadirkan mantan Menteri Keuangan Boediono sebagai saksi meringankan dalam kasus tersebut. Kuasa hukum Laksamana, Juniver Girsang di sela-sela pemeriksaan kliennya di Kejaksaan Agung, Senin, membenarkan hal itu. Juniver berharap Boediono bisa menjelaskan bahwa pejualan tanker telah mendapatkan persetujuan dirinya. Menurut dia, meski Laksamana Sukardi ketika menjabat Meneg BUMN berwenang melakukan pelepasan aset Pertamina, sesuai ketentuan PP Nomor 41 Tahun 2003, Laksamana tetap meminta persetujuan Menteri Keuangan yang kemudian dituangkan dalam bentuk surat persetujuan. "Kita harapkan beliau (menteri keuangan-red) memberikan penjelasan bahwa surat itu benar-benar diterbitkan," kata Juniver. Surat persetujuan itu keluar pada 7 Juli 2004, setelah dua tanker milik Pertamina dijual pada 11 Juni 2004. Juniver membantah keterlambatan surat persetujuan menteri keuangan sebagai suatu kesalahan. Menurut dia, meski tanker dijual pada 11 Juni 2004, tetapi penyerahan kepada pembeli, Frontline, dilaksanakan pada September 2004. Juniver mengatakan, sejumlah ahli juga akan dihadirkan sebagai saksi yang meringankan Laksamana, antara lain ahli pidana, ahli perbankan, ahli keuangan, dan ahli korporasi. Selain Laksamana, Kejaksaan Agung menetapkan dua pejabat Pertamina yang lain, mantan Direktur Keuangan Alfred Rohimone dan mantan Dirut Arifi Nawawi, sebagai tersangka. Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004 ketika Direksi Pertamina bersama Komisaris Utama Pertamina menjual dua tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan. Penjualan kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline, itu diduga tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991. Kasus itu diperkirakan merugikan keuangan negara sekira 20 juta dolar AS. Namun demikian, Kejaksaan Agung masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007