Kuala Lumpur (ANTARA News) - Kongres Sebudaya Serumpun di Kuala Lumpur, 16-18 November 2007, mencuatkan keprihatian mengenai budaya serumpun Melayu saat ini sudah di ambang kehancuran, karena dirusak oleh urusan bisnis dan politik semata. "Konsep saudara serumpun atau sebudaya serumpun nampaknya sudah semakin terkikis maknanya hari ini. Saya merasakan konsep itu terasa kosong. Hal itu disebabkan semata-mata karena masalah ekonomi dan politik," kata Ketua Lembaga Pengelola DBP (Dewan Bahasa dan Pustaka) Johan Jaafar, di Kuala Lumpur, Minggu. Ia mengemukakan hal itu ketika menutup kongres tersebut. Dalam kongres yang dihadiri para budayawan dan penulis dari Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Thailand kerap muncul keprihatinan para peserta terhadap peran media massa, khususnya Indonesia-Malaysia, yang saling menjelekan akhir-akhir ini dan menyebabkan hubungan antara masyarakat serumpun di Asia Tenggara semakin pudar. Pembicara dalam kongres ini, antara lain Emha Ainun Najib, Surataman Markasan dari Singapura, Baharuddin Zainal dari Malaysia dan H Ismail Benja-Smith dari Thailand. Johan memaparkan, suatu analisis yang dibuat oleh KRA Group, sebuah perusahaan komunikasi terkemuka, terhadap pemberitaan di koran dan majalah di Indonesia dimana terdapat 4.980 tulisan dari Mei hingga Oktober 2007 dari 11 media cetak nasional, 23 media massa cetak lokal, dan 11 buah tabloid dan majalah serta empat media online. "Dari sekian banyak tulisan yang diteliti, kurang dari lima persen yang bernada positif, sisanya 95 bernada negatif untuk Malaysia. Hal ini tidak bisa dibiarkan. Saya sudah menyampaikan kekuatiran ini kepada pemimpin tertinggi di Malaysia. Kami tidak ingin hubungan serumpun ini rusak. Harus diperkuat," katanya. Ia mengatakan, tidak menyalahkan media massa di Indonesia karena mereka hanya melaporkan yang sebenarnya berlaku di Malaysia. Para mahasiswa Indonesia di Malaysia juga menyatakan perasaan serupa. "Tidak ada hari di koran Malaysia yang tidak menjelekan Indonesia. Itu terjadi hampir setiap hari dan bertahun-tahun sehingga menimbulkan kebencian rakyat Malaysia terhadap Indonesia," kata para mahasiswa Universiti Malaya yang hadir. Mantan Wakil PM Malaysia Anwar Ibrahim juga mengakui, media massa Malaysia yang dikontrol oleh Kerajaan Malaysia memang selalu menjelek-jelekan Indonesia. Reformasi di Indonesia selalu diputarbalikan oleh media massa Malaysia sebagai suatu penyebab kemiskinan dan kekacauan. Tapi para budayawan dan penulis yang mengikuti kongres bertekad untuk terus menjalin hubungan dan meningkatkan tali persaudaraan sebudaya dan serumpun Melayu di Kawasan Asia Tenggara. "Kami telah minta kepada Kerajaan Malaysia untuk terus mengadakan kongres seperti ini. Diadakan secara berpindah-pindah di negara lain serumpun," kata Johan. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007