Kuala Lumpur (ANTARA News) - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mendominasi penjara imigrasi Malaysia dibandingkan negara lain, sehingga membuat sesak 14 penjara imigrasi Malaysia, demikian berita harian Utusan Malaysia, Senin, di Kuala Lumpur. Wakil Direktur Imigrasi Malaysia Yusof Abu Bakar mengatakan, sebagian besar pekerja asing ditahan karena ijin kerja atau ijin tinggal sudah habis ("over stay") dan sedang menunggu deportasi ke negara asal. "Sangat sesak. Kita dapati PATI (pendatang asing tanpa ijin) Indonesia memenuhi lebih setengah dari jumlah tahanan di setiap penjara," katanya. "Selain PATI Indonesia, Bangladesh menjadi penyumbang kedua terbesar disusul Myanmar," kata Yusof. Sebelumnya, Direktur Imigrasi Malaysia, Wahid Md. Don mengatakan, Malaysia menghadapi masalah sesaknya penjara karena sikap "lepas tangan" beberapa kedutaan asing terhadap PATI warganegara mereka. Contohnya, penjara Kemayan, Pahang yang kapasitasnya 400 orang ternyata kini diisi dengan 545 tahanan atau 135 persen dari kapasitas, disusul Lenggeng, Negeri Sembilan (kapasitas 1.200 tahanan yang diisi 1.293 tahanan atau 108 persen) dan Menggatal, Sabah (kapasitas 1.800 tahanan diisi 1.914 tahanan atau 106 persen). Oleh itu, kata Yusof, imigrasi Malaysia akan membangun lebih banyak penjara imigrasi di seluruh negara bagian selain mempercepat proses deportasi mereka ke negara asal. Akibat sesaknya penjara imigrasi maka operasi terhadap pendatang ilegal diturunkan karena yang ditahan sudah melebihi kapasitas penjara. Menanggapi hal itu, Kuasa Usaha Ad-intern KBRI Kuala Lumpur Tatang B Razak mempertanyakan, berapa banyak majikan yang dikenai hukuman. "Jangan hanya pekerja ilegal yang dikenakan hukuman sedangkan majikan Malaysia yang menggunakan pekerja ilegal tidak dikenakan hukuman," katanya. Belum lama ini, Presiden PAPA (Persatuan Agensi Pembantu-rumah Asing) Malaysia Zulkepley Dahalan meminta imigrasi Malaysia menghentikan memasukkan pekerja Indonesia ilegal ke Malaysia. Hal itu dikemukakan karena imigrasi Malaysia banyak memberikan ijin kerja kepada orang Indonesia yang datang dengan "visa on arrival" (VOA). "Menurut UU No 39 tahun 2004, setiap pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri harus disertai working permit<>/i> (ijin kerja), kontrak kerja dan lain sebagainya sebelum berangkat ke luar negeri, guna melindungi dia. Tapi imigrasi Malaysia masih saja memberikan ijin kerja bagi orang Indonesia yang datang dengan `VOA`. Itu artinya imigrasi Malaysia memasukan pekerja ilegal versi hukum Indonesia," katanya. Warga Malaysia juga banyak mengambil pembantu dengan pola rekrutmen individual. Padahal itu bertentangan dengan UU No 39 tahun 2004. Tapi imigrasi Malaysia tetap memberikan ijin kepada WNI yang datang dengan visa on arrival, untuk selanjutnya baru dibuatkan ijin kerja. "Bahkan imigrasi Malaysia memberikan ijin kerja kepada perusahaan pemasok pembantu yang tidak punya ijin. Jadi kerajaan Malaysia sendiri tidak konsisten dengan sikapnya menolak pekerja asing ilegal," katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007