Depok (ANTARA News) - Manager Program Center for Internasional Relation Studies, Universitas Indonesia (UI), Broto Wardoyo menegaskan Indonesia tidak mempunyai visi tentang lingkungan terutama dalam hal menjalin diplomasi dengan negara-negara di dunia. "Indonesia dalam berdiplomasi tidak pernah melibatkan lingkungan," kata Broto, pada acara diskusi publik bertema Ada Apa Dengan Bali? Indonesia dan Perubahan Iklim Global, di Theater Kolam, FISIP-UI, Depok, Jabar, Rabu. Broto mengatakan Departemen Luar Negeri (Deplu) saat ini masih sibuk membangun citra bahwa Indonesia merupakan negara Islam yang moderat. "Ini menyebabkan Deplu tidak fokus yang jelas mengenai diplomasi yang melibatkan lingkungan," katanya. Ia mengatakan isu lingkungan dalam diplomasi sulit ditemukan, yang ada dalam politik luar negeri hanya alasan untuk kepentingan nasional semata. Menurut dia, rumusan-rumusan dalam politik luar negeri hanya dilakukan oleh kalangan elit, sedangkan masukan dari Non Goverment Organization (NGO) atau LSM sulit masuk dalam rumusan kebijakan politik luar negeri. "Ini semua terjadi karena tarik-menarik unsur kepentingan kebijakan, dan isu lingkungan tidak akan pernah menang," jelasnya. Lebih lanjut Broto mengatakan, isu lingkungan yang terjadi saat ini hanya berdasarkan hipotesis saja, bukan berdasarkan kenyataan yang telah terjadi. "Ke depan lingkungan akan terjadi A, B, C, dan D, dan lima tahun ke depan lingkungan akan terjadi ini dan itu," katanya mencontohkan. Sementara itu, Direktur Iklim dan Energi WWF Indonesia, Fitriani Ardiansyah dalam paparannya menjelaskan tidak banyak yang bisa diharapkan dari Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim Global di Bali pada 3-14 Desember 2007 (Bali International Conference on Climate Change-BICCC). "Tapi paling tidak di Bali akan tercipta peta jalan Bali, yang akan menjadi pembicaraan awal dalam menanggulangi masalah iklim dan global warming," katanya. Para pemimpin dunia akan bertemu selama 14 hari dari 3-14 Desember 2007 dan membicarakan langkah-langkah global untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Konferensi tersebut walaupun tidak akan menghasilkan kesepakatan baru, tapi paling tidak diharapkan menjadi awal negosiasi formal pasca Kyoto Protokol yang berakhir pada 2012.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007