Banda Aceh (ANTARA News) - Hutan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) berpotensi besar untuk dimasukkan dalam program "karbon market" atau perdagangan karbon guna meminimalisir pengaruh pemanasan global. "Hutan Aceh sangat potensial untuk perdagangan karbon karena lahannya yang terluas di Asia," kata spesialis program lingkungan Bank Dunia, Mikko Ollikainen di Banda Aceh, Kamis. Dia mengatakan, saat ini sedang digagas bagaimana pembayaran imbalan bagi negara yang hutannya dimanfaatkan untuk program perdagangan karbon guna mengurangi emisi. Bank Dunia juga membantu negara berkembang untuk mempersiapkan diri agar dapat ikut serta dalam pasar karbon yang dimulai 2012 dengan biaya sebesar 250 miliar dolar. Dia mengatakan, Aceh yang memiliki hutan seluas lebih dari tiga juta hektare menjadi perhatian semua pihak baik nasional maupun internasional. Namun untuk menjaga hutan Aceh tetap lestari di samping juga memenuhi kebutuhan kayu untuk pembangunan dan industri, pemerintah harus mengatur perdagangan kayu yang legal. Untuk jangka panjang, pemenuhan kebutuhan kayu untuk Aceh dapat dipenuhi dengan penanaman yang intensif dan produktif. Menurut FAO dibutuhkan lahan seluas 20 ribu hektare untuk pemenuhan kayu di Aceh. Selain hutan, Aceh juga memiliki sumber daya alam yang besar seperti gas dan minyak, namun masyarakat dan pemerintah tidak bisa sepenuhnya bergantung kepada sektor tersebut karena lama-kelamaaan akan habis. Oleh karena itu, sektor pertanian dan perikanan yang merupakan sektor dominan di provinsi ujung paling barat di indonesia itu harus dikembangkan terutama dengan pengembangan teknologi.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007