Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan ekonomi yang kuat dan sistem finansial yang membaik serta terbatasnya investasi ke "subprime mortgage" AS telah menahan efek lebih lanjut krisis kredit global ke pasar finansial di Asia Timur, meskipun risiko telah mengintip untuk diantisipasi, demikian laporan terbaru Monitoring Bursa Asia (ABM) Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dikutip dari situs resmi ADB, Kamis. "Dalamnya volatilitas pasar finansial global, meningkatnya risiko dan penilaian kembali risiko kredit berpotensi menyebabkan pembalikan modal keluar kawasan," kata Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional ADB, Jong-Wha Lee, mengomentari laporan yang mengamati pasar finansial di negara-negara ASEAN plus China, Hongkong dan Korea. Menurut ADB, goncangan di pasar kredit global saat ini akan menjadi ujian pertama pada instrumen-instrumen finansial yang telah terbiasa mendistribusi risiko ke pasar lain, dimana pengaruhnya dapat menyebar dengan cepat. Meskipun pengaruh pada ekonomi dan pasar di kawasan Asia Timur cukup terbatas, perlambatan lebih tajam pada pertumbuhan global dan kebijakan kredit yang lebih ketat akan menekan tingkat belanja rumah tangga dan korporasi, mengurangi penerbitan obligasi dan menunda rencana belanja yang tengah dibahas. Dengan demikian, laporan ABM itu menyebutkan, transparansi di pasar kredit melalui proses valuasi dan perhitungan instrumen neraca yang lebih baik, penguatan manajemen resiko dan meningkatkan kondisi pasar obligasi mata uang lokal menjadi sangat siginfikan. Laporan itu juga merekomendasikan penguatan kerjasama regional dalam monitoring dan menetapkan regulasi pasar finansial, serta dalam upaya mengembangkan metode manajemen resiko lembaga keuangan. Berlanjutnya reformasi kebijakan dan liberalisasi pasar obligasi di Asia Timur telah berdampak positif pada rating kredit, sebuah indikator yang akan mendorong ekspansi lebih besar di pasar obligasi Asia Timur, yang tercatat tumbuh lebih cepat daripada PDB di kawasan lain. ABM mengatakan nilai pasar obligasi mata uang lokal di pasar Asia Timur naik 9,9 persen pada semester pertama 2007 dari 2,7 triliun dolar AS pada akhir 2006, atau naik 17,2 persen secara year on year. Perbaikan nilai tukar juga memperbaiki obligasi berdenominasi dolar AS di beberapa negara. Pasar obligasi mata uang lokal pemerintah juga tumbuh 10 persen, karena sebagian besar bank sentral menerbitkan banyak surat berharga untuk menyerap kelebihan likuiditas. Kurva imbal hasil (yield) juga lebih rendah pada 2007, dengan yield obligasi jangka waktu pendek turun, dan obligasi jangka panjang naik. Laporan itu juga memperingatkan, walaupun tekanan inflasi masih bisa dijaga di beberapa negara, berlanjutnya "overheating" beresiko menekan yield ke bawah. Meski terjadi guncangan di pasar kredit global, indeks obligasi ABF Pan Asian naik 5,4 persen dalam sembilan bulan pertama 2007, dibandingkan dengan kenaikan 13,64 persen pada 2006. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007