Jakarta (ANTARA News) - Ketua Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) menyatakan sedang mewaspadai peningkatan kredit macet (NPL) pada 2008 yang terjadi akibat lonjakan kenaikan harga minyak dunia yang hampir mencapai 100 dolar AS per barel. Terutama korporasi (perusahaan) yang menggunakan komponen energi minyak yang besar, katanya seusai acara peluncuran persiapan konferensi Apconex 2008 di Jakarta, Jumat. "Untuk itu, kita akan lebih memonitor nasabah-nasabah (perusahaan) yang menggunakan energi yang lebih besar," katanya. Menurut dia, hal ini karena lonjakan harga minyak tersebut telah memicu kenaikan harga minyak untuk industri yang saat ini tidak bersubsidi. Sehingga kenaikan tersebut mengakibatkan peningkatan biaya produksi yang akibatnya akan mengganggu arus kas dari perusahaan. Ia mengatakan, kewaspadaan tersebut terutama ditujukan pada perusahaan-perusahaan atau proyek-proyek yang telah lama. Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan atau proyek-proyek yang akan dimulai menurut dia telah menyiapkan alternatif pengganti BBM, baik berupa gas ataupun batubara. Sedangkan untuk target penyaluran kredit tahun 2008, pihaknya tetap masih optimis akan tumbuh lebih baik. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai di atas enam persen. Untuk mencapai enam persen pertumbuhan kredit tersebut menurut dia perlu didukung penyaluran kredit diatas 20 persen. Sebelumnya, ia mengatakan perlu pertumbuhan kredit sekitar 26 persen untuk mencapai pertumbuhan kredit di atas enam persen. "Kalau di Indonesia, satu persen pertumbuhan ekonomi memerlukan dukungan pertumbuhan kredit sebesar 4 persen. Jadi, kalau 6,5 persen maka diperlukan minimal 26 persen," katanya. Tahun 2008, menurut dia kredit akan tumbuh lebih tinggi dibanding 2007 karena beberapa sektor seperti perkebunan, infrastruktur, dan pertambangan berkembang untuk mendukung pertumbuhan kredit tersebut.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007